Duh, Siman Hutahaean! Pendeta Cabul HKBP Zinahi 19 Jemaatnya

Kamis, 20 Januari 2011

0 komentar
TAPANULI UTARA (voa-islam.com) – Pendeta yang satu ini benar-benar bejat. Sebagai tokoh panutan jemaat dan mahasiswi, bukannya melakukan pembinaan, malah mengobral perbuatan bejat pencabulan seksual terhadap 19 jemaatnya. Kepada jemaatnya sendiri tega berbuat amoral, bagaimana dengan orang lain?
Adalah Siman Hutahaean, seorang pendeta yang menggembala  gereja HKBP (Huria Kristen Batak Protestan dan menjadi dosen di Sekolah Tinggi Theologi (STT) Biblevrouw HKBP yang beralamat di Partahan Bosi Hutapea, Lagauboti, Toba Samosir Sumatera Utara
Peristiwa memalukan itu terbongkar, setelah korban dan sejumlah rekan mahasiswi lainnya mengadu pada Direktur sekolah Bibelvrouw Pendeta Manarias Sinaga MTh. Para korban mengaku, Pendeta Siman Hutahaean, melakukan pelecehan seksual dengan cara meditasi dan magis, menghipnotis para korban, sehingga mahasiswi yang dihipnotis itu tidak bisa melawan dan hanya mengikuti perintah si pendeta yang melampiaskan syahwat iblisnya secara leluasa.
Setiap kali melakukan aksi amoralnya itu, sang pendeta cabul mengancam mahasiswi yang “digarap,” agar tidak membocorkan perbuatannya itu kepada siapapun. Jika membocorkan aibnya, maka dianggap sebagai kesombongan rohani. Belasan mahasiswi korban pelecehan dosennya itu, terpaksa memendam derita dan kisah pilunya dalam waktu yang lama, sejak awal Januari 2010 lalu. Tidak tahan dengan trauma yang dialaminya, akhirnya mereka melaporkannya kepada direktur sekolah, tempat mereka belajar ilmu teologi Kristen.
Laporan para korban pelecehan seksual pendeta tersebut ditindaklanjuti oleh Direktur STT Biblevrouw esok harinya. Digelarlah rapat kilat di hadapan seluruh dosen, termasuk menghadapkan pelaku dengan 19 korban di aula sekolah Kristen HKBP itu.
Rapat kilat membuahkan hasil, Direktur segera mengambil tindakan tegas dengan menonaktifkan Pendeta Siman Hutahaean sebagai pengajar STT Biblevrouw. Pada saat itu juga, Direktur melaporkan kejadian ini ke Ephorus dan Sekjen di Pearaja-Tarutung, meminta agar pelaku meninggalkan kampus. Malam itu juga pelaku pelecehan seksual itu keluar dari kampus dengan membawa keluarganya pergi.
Selang lima hari (25/1/2010), Ephorus dan Sekjen membentuk tim “pencari fakta” yang diketuai oleh Pendeta Jamilin Sirait. Diberitahukan, Tim ini akan bekerja selama dua minggu, terhitung sejak 25 Januari 2010. Tapi janji tinggal janji, tim yang sudah dibentuk tersebut tak kunjung datang ke kampus untuk mencari fakta.
Menurut informasi dari para mahasiswi dan dosen, telah terjadi intimidasi dari seorang Praeses bernama Pendeta Armada Sitorus terhadap para mahasiswi. Pendeta itu mengancam akan memecat mereka dari Biblevrouw, jika Pendeta Siman Hutahaean (pelaku) dipecat pihak kampus. Keesokan harinya, seluruh mahasiswa meninggalkan kampus, dan bergerak untuk mencari perlindungan hukum.
....Setiap kali melakukan aksi amoralnya, sang pendeta cabul mengancam mahasiswi agar tidak membocorkan perbuatannya. Jika membocorkan aibnya, maka dianggap sebagai kesombongan rohani....
Merasa tak ditanggapi oleh Praeses, seluruh mahasiswi bergerak ke Pematangsiantar untuk mencari dukungan. Harapannya para Preases di Pearaja Tarutung segera menuntut pelaku agar dipecat dan dicabut tohonannya (status pendetanya) dari HKBP. Tapi suara mereka tak digubris. Selanjutnya, para mahasiswi melaporkan kejadian ini ke Polres Tobasa agar pelaku ditangkap. Polisi kemudian membawa korban mahasiswi yang paling parah untuk divisum di Rumah Sakit Balige.
Rupanya, pengaduan mahasiwi ke polisi membuat gerah Pendeta Jamilin Sirait, selaku  Pimpinan Pusat HKBP di Pearaja Tarutung, seraya mengatakan, kalau seluruh mahasiswa meninggalkan kampus Biblevorouw, maka lebih baik seluruh mahasiswi dipecat saja semuanya dan dibuat lagi penerimaan mahasiswa baru. Pernyataan Pdt Jamilin itu tak sepenuhnya didukung oleh sejumlah dosen di kampus tersebut.
Seorang dosen wanita berdiri membela mahasiswi. “Tidak akan ada seorang Jemaat HKBP dan gereja lainnya yang mau mengizinkan putrinya masuk sekolah Biblevrouw, jika pimpinan HKBP tidak bertindak adil dengan memecat semua mahasiswi, dan justru melindungi si pelaku,” ungkapnya.
Mahasiswi masih berharap Pimpinan Pusat HKBP di Pearaja Tarutung menyelesaikan masalah ini. Tapi lagi-lagi, protes tetap tak digubris oleh pimpinan HKBP. Mereka tidak mau menerima mahasiswi yang datang. Itu sama saja mencemarkan citra HKBP. Seorang pimpinan pusat HKBP bukannya mencari solusi, melainkan telah meletupkan api kekecewaan mahasiswi dan jemaat HKB lainnya yang bersimpati.
Setelah mengadu ke Polres Tobasa, dibuatlah pemeriksaan BAP. Selanjutnya, pihak polisi melayangkan surat panggilan ke Ephorus HKBP di Pearaja agar si pelaku menyerahkan diri ke Polres Tobasa.
Setelah didesak, Pendeta Jamilin Sirait dan kawan-kawannya datang ke kampus Biblevrouw untuk bertemu dengan seluruh korban dan mahasiswi. Namun kedatangan mereka tidak memberikan solusi. Kedatangan  Pendeta Jamilin malah memperkeruh suasana karena sikapnya yang tidak memihak korban, tapi memihak pada pelaku pelecehan. Mahasiswa pun dianggap bodoh. Lalu mahasiswi menyoraki pendeta itu. Mahasiswa kembali meminta kepastian, agar pendeta distrik Toba segera menggelar rapat untuk memproses pemecatan si pelaku dari HKBP dan pencabutan tohonannya sebagai pendeta. Lagi-lagi aspirasi itu tidak ditanggapi.
Pdt Jamilin cs kembali bertemu mahasiswi yang menjadi korban untuk kedua kalinya. Lagi-lagi tidak ada sanski sesuai hukum gereja HKBP buat si pelaku. Tak ayal membuat seluruh mahasiswi geram dengan mengecam tim pencari fakta yang datang. Ada kesan, sengaja mengulur-ulur waktu, dan tidak ada niat baik pimpinan HKBP untuk memecat-mencabut tohonan kependetaan si pelaku dari HKBP. Ada kesan, pimpinan HKBP hendak menutup-nutupi kasus ini.
....Ada kesan tidak ada niat baik pimpinan HKBP untuk memecat-mencabut tohonankependetaan si pelaku dari HKBP. Pimpinan HKBP hendak menutup-nutupi kasus ini....
Meski pelaku sudah datang menyerahkan diri ke Polres Tobasa, dan ditahan di Rutan Balige. Namun, bagi mahasiswi , seluruh dosen dan direktur Kampus Biblevrouw, pelaku tidak cukup hanya ditangkap dan penjarakan, tapi juga dipecat dan dicabut tohonannya dari HKBP sesuai proses Hukum Penggembalaan  dan  Siasat Gereja yang berlaku di HKBP.
Jemaat HKBP Resah
Kabarnya, sekarang banyak Jemaat HKBP mulai berkomentar: “Kenapa jika jemaat salah sedikit saja, langsung dikenakan RPP (Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon) alias dipecat dari HKBP dan dikeluarkan? Sedangkan jika pendeta yang melakukan pelecehan seksual tidak dikenakan RPP dan tidak dipecat dari HKBP. Apakah RPP HKBP hanya berlaku untuk jemaat saja?” tanya mereka.
“Bila begini terus menerus, bukan tidak mungkin, 10 tahun lagi, HKBP akan ditutup, karena semua jemaat tidak akan percaya lagi kepada para pendeta yang hanya berkhotbah, tetapi tidak melakukan apa yang dikhotbahkannya. Jangan salahkan jemaat jika meninggalkan HKBP karena kebejatan moral pendetanya, apalagi jika pelaku pelecehan selalu mendapatkan pembelaan dan tidak dicabut tohonan kependetaannya,” ungkap beberapa orang jemaat HKBP yang kecewa.
....Bila begini terus menerus, bukan tidak mungkin, 10 tahun lagi, HKBP akan ditutup, karena semua jemaat tidak akan percaya lagi kepada para pendeta yang hanya berkhotbah....
Kabar yang berkembang, pendeta resort mengintimidasi keluarga korban, agar menarik pengaduannya dari polisi. Diam-diam ada yang menyebarkan berita bohong, bahwa 19 korban sudah menarik pengaduan kepada polisi. Namun, setelah dikonfirmasi ke Polres Tobasa, ternyata berita tersebut tidak benar, dan tidak seorang korban pun yang menarik pengaduannya dari Polres. Intimidasi itu berlangsung berkali-kali. Tim pencari fakta dengan cara halus meminta para korban agar mengubah BAP yang sudah dibuat di kepolisian.
Perjuangan belum selesai, mahasiswi dan beberapa pendeta dan jemaat HKBP dari berbagai kota melakukan aksi damai ke kantor distrik IV Tobasa untuk mendesak Praeses setempat segera melaksanakan Rapat Pendeta Distrik IV Toba untuk kembali membicarakan dan menimbang si pelaku pelecehan seksual. Lagi-lagi permintaan mereka tidak digubris.
....Jika jemaat salah sedikit saja, langsung dikenakan RPP (Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon) alias dikeluarkan dari HKBP. Tapi jika pendeta melakukan pelecehan seksual tidak dikenakan RPP dan tidak dipecat. Apakah RPP HKBP hanya berlaku untuk jemaat saja?....
Pada tanggal 2 Maret 2010, kepolisian dari Polres Tobasa, akhirnya menyerahkan secara resmi kasus pelecehan seksual tersebut kepada pihak Kejaksaan Negeri Balige. Persidangan bersifat tertutup karena kasusnya menyangkut perbuatan amoral. Pihak mahasiswi juga sudah melaporkan kasus tersebut kepada Kom nas HAM dan Komnas Perempuan di Jakarta. Hingga memasuki sidang ke-15 (29 September 2010), Ketua Majelis Hakim PN Balige kemudian menjatuhkan vonis kepada Pendeta Sima n Hutahaean dengan hukuman 5 tahun penjara.
Pendeta HKBP Meneror Jemaatnya Sendiri
Kendati pelaku sudah dijatuhi hukuman setimpal, seluruh mahasiswa dan beberapa orang dosen yang tinggal di kompleks STT Biblebrouw, acapkali mendapat teror berupa 2-3 orang lebih laki-laki bertopeng datang ke asrama sekolah setiap malamnya dengan membawa parang panjang dan kelewang. Juga ada lemparan batu ke rumah-rumah dosen dan kantor sekolah tersebut. Teror juga dilakukan dalam bentuk SMS dengan mengancam korban. Mahasiswi dan dosen yang diteror sudah melaporkannya ke Kapolsek Lagoubuti.
Setelah dilacak SMS terror tersebut, ternyata datang dari Pendeta Herlan Hutahaean (seorang pendeta yang bekerja sebagai anggota KPU di Tobasa). Teror terus berlanjut. Ephoris HKBP Pendeta Dr. Bonar Napitupulu tidak mau menandatangani Pengumuman Penerimaaan Mahasiswa Baru sekolah tersebut. Bahkan Ephorus juga membuat Surat Pernyataan melarang penerimaan mahasiswa baru di sekolah itu.
Lebih parah lagi, pada saat wisuda, tidak seorang pun yang diutus oleh Pimpinan HKBP menghadiri acara wisuda mahasiswa STT Biblevrouw. Konyolnya lagi, ephorus HKBP tidak mau menandatangani ijazah seluruh mahasiswi Biblevrouw yang telah diwisuda. Dalih tidak mau menandatangani ijazah mahasiswi, hanya karena mereka pernah demo ke Pearaja-Tarutung dan PN Balige. Komnas HAM berjanji akan mengatasi masalah ijazah yang tidak mau ditandatangi oleh ephorus HKBP.
Mengadu domba  dan membenturkan sesama pendeta HKBP rupanya menjadi hal biasa dan menjadi trik sendiri. Konflik internal dengan sesama jemaat HKBP pun tak pernah berakhir damai. Ternyata gereja HKBP adalah gereja yang mempersubur dan memelihara perbuatan-perbuatan asusila. Terbukti, pelaku pelecehan seksual selalu dilindungi dan dibela mati-matian oleh para pimpinan HKBP. Bahkan, terhadap jemaatnya sendiri, tidak mampu bersikap adil, bahkan justru membela pelaku asusila.
Sungguh sangat memalukan HKBP saat ini di mata masyarakat dan di mata dunia. Jemaat HKBP berharap ada reformasi di tubuh HKBP.
Bagaimana dengan kasus HKBP Ciketing? Bukan tidak mungkin, konflik itu diciptakan oleh Pendeta HKBP itu sendiri. Dalam istilah ilmu kriminologi disebut Victiminasi: membunuh sesamanya untuk mendapat simpati dari dalam negeri maupun dunia internasional. Wallahu a’lam. [Desastian]

Ada Yahudi di Balik Korban Lahar Dingin Merapi

Rabu, 19 Januari 2011

0 komentar
Ahad, 16 Januari 2011 lalu menjadi hari kesekian kalinya untuk para korban erupsi merapi mendapatkan bantuan dari para relawan masjid Umar bin khattab Grabag Magelang. ratusan orang yang diberangkatkan dari Posko Dewan Dakwah Islamiyyah (DDII) Kabupaten Magelang kali ini menyambangi dusun Jetis, Sirahan kecamatan Salam Kab. Magelang.
Sebuah masjid (Masjid Ibnu Hajar) dan beberapa rumah warga berhasil diselamatkan dari kerasnya pasir yang mengendap setelah dibawa derasnya lahar dingin. tanggul kecil pun dibangun mengitari masjid, sebagai pertolongan pertama sebelum banjir susulan datang.
Di tengah semangatnya para relawan bekerja dengan peralatannya, ternyata mata kamera kami menyorot pada sebuah papan biru yang menandakan akan adanya sebuah Pondok Baca yang didanai oleh yayasan milik freemason yahudi, Rotary Club.
Rotary club pertama didirikan pada 1905 oleh Paul Harris di Chicago seorang tokoh advokat. Tiga tahun berikutnya Shierly Barry bergabung dalam club ini dan memperluas penyebarannya dengan cepat. Paul Harris meninggal pada tahun 1947 setelah club yang didirikannya berkembang ke 80 negara dan mempunyai 6.800 club serta 327.000 anggota namun hingga tahun 2005 tercatat sudah mempunyai 1,2juta anggota lebih yang berada pada 32.000 club.Adapun Rotary club Indonesia resmi didirikan pada tahun 1927 di Yogyakarta. (menguak gerakan rotary club -hasmijaksel.wordpress.com)
Liciknya lagi, Rotary menyamarkan nama mereka dibawah merk Pondok Baca ‘Ibnu Hajar’. sebuah nama yang amat dipaksakan, memakai pakaian Islam (Ibnu Hajar) untuk menutup belang Yahudi (Rotary).
Penelusuran kami tidak berhenti sampai pada sebuah papan nama, kami mencoba mendekat ke arah pondok baca tersebut. bangunan itu selamat dari terjangan lahar dingin. terdiri dari dua lokal dan beberapa pendopo kecil sebagai ruang baca. namun sayang, buku-bukunya sudah diamankan sehingga kami tak bisa melihat isi perpustakaan mereka.
Kami terus berkeliling, kali ini kami ke sebuah rumah besar yang bersebelahan dengan pondok baca tersebut. ternyata dia adalah salah seorang pengelola pondok baca tersebut. tak banyak yang bisa kami cari tahu, namun dari keterangannya dia membenarkan bahwa pondok baca itu terbangun salah satunya berasal  dari bantuan Rotary Club. sayangnya lagi, bapak yang juga merupakan salah satu tenaga pengajar di sebuah SMK tersebut tidak mengerti apa itu Rotary Club.
Umat Islam kali ini sedang dibuat malu, justru dari lahar dingin seperti inilah mata kita menjadi lebih terbuka melihat kondisi ummat. bagaimana bisa sebuah desa yang berpenduduk muslim diobok-obok pemikirannya oleh Yahudi. Kami, Dewan Dakwah Islamiyyah Indonesia (DDII) Posko masjid Umar Bin Khattab bersama-sama dengan berbagai elemen dakwah Islam lainnya masih terus berjuang dan berupaya sekuat tenag untuk mendampingi ummat dari usaha pemurtadan dan Kristenisasi yg setiap saat mengancam korban erupsi dan lahar dingin Merapi. Semoga Allah memudahkan dan meridhoi amal dan usaha kita semua.
Anda tergerak untuk membantu mereka, salurkan dan donasikan harta anda melalui : 

Dewan Dakwah Islamiyyah Indonesia Kabupaten Magelang Posko Masjid Umar Bin Khattab Grabag Magelang 56196
Nomor rekening
Bank Central Asia
No rek 7400261525 atas nama M. Fuad Al Hazimi
Bank Muamalat Indonesia
No rek 3040850222 atas nama M. Fuad Al Hazimi
Contact Person
Ustadz Fuad Al Hazimi 0817.865.650
[muslimdaily.net]

SEJARAH BAITUL MAL

Jumat, 14 Januari 2011

0 komentar
LEMBAGA PENGELOLA KEUANGAN DUNIA ISLAM

Tak disangka, lembaga keuangan yang telah mengantarkan Islam pada puncak kejayaannya itu berawal dari sebuah kantung milik Abu Bakar Shiddiq.

Islam, dalam perjalananan sejarahnya banyak mengukir prestasi yang gilang gemilang. Pada masa kejayaannya Islam menjadi mercu suar peradaban dunia, baik dalam aspek sosial, ekonomi, politik maupun ilmiah. Dan hebatnya, semua aspek tersebut mendunia karena berbalut syariat yang bersumber dari Al-Quran, sunnah dan fatwa para alim ulama. Bahkan banyak konsep pengelolaan negara ala kaum muslimin tersebut yang kemudian menjadi inspirasi banyak ilmuwan dan negarawan dari generasi-generasi sesudahnya.

Negeri-negeri Islam di jaman pemerintahan Al-Khulafaur Rasyidun, Dinasti Umayyah di Damaskus, Dinasti Abbasiyyah di Baghdad, Dinasti Umayyah II di Andalusia dan Dinasti Utsmaniyyah di Istambul dikenal sebagai negeri yang makmur. Kesenjangan antara si kaya dan si miskin tidak terlihat mencolok, karena pemerataan ekonomi yang cukup baik. Dan salah satu pilar terpenting yang menopang pilar ekonomi tersebut, tanpa menafikan adanya kebocoran yang merupakan kesalahan manusiawi, adalah sistem pengelolaan keuangannya yang dikelola berdasarkan syariat, yang bermuara di lembaga baitul mal.

Baitul Mal, menurut Ensiklopedi Hukum Islam terbitan Ikhtiar Baru Van Hoeve, berasal dari dua kata Arab: bait yang berarti rumah, dan al-mal yang berarti harta. Jadi baitul mal adalah rumah untuk mengumpulkan atau menyimpan harta. Sedangkan secara ishtilahi (terminologis), menurut Syaikh Abdul Qadim Zallum (1983) dalam Al-Amwaal Fi Daulah Al Khilafah, baitul mal adalah lembaga yang mempunyai tugas khusus menangani segala harta umat, baik berupa pendapatan maupun pengeluaran negara.

Sumber pemasukan bagi Baitul Mal dan pengelolaan hartanya diatur secara rinci oleh para fuqaha. Imam Al-Mawardi, penyusun kitab Al-Ahkam As-Sulthaniyyah, kitab standar ilmu ketatanegaraan Islam menjelaskan, sumber pemasukan tetap bagi baitul mal adalah shadaqah (termasuk di dalamnya zakat) dan fai’ atau upeti yang diperoleh di luar peperangan. Termasuk dalam fai' itu juga jizyah (pajak uang) dan kharaj (pajak hasil bumi) yang diambil dari kafir dzimmi.

Harta Karun
Imam Hanafi dan Imam Malik menambahi sumber pemasukan baitul mal dengan ghanimah (harta rampasan perang). Sementara Syaikh Wahbah Az-Zuhaili, menambahinya dengan harta warisan milik orang yang tidak memiliki ahli waris, kelebihan dari batasan sepertiga harta wasiat, seperlima (khumus) dari rikaz (harta karun), hasil pertambangan. Dan Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani menambahi lagi dengan hasil dari pemanfaatan barang milik umum kaum muslimin, seperti kebun wakaf, dan hasil dari pemanfaatan barang milik negara.

Mengenai zakat, Imam Syafi’i menolak memasukan zakat ke dalam barisan sumber pemasukan baitul mal. Namun belakangan banyak ulama yang memberi tolerani dengan syarat, harta zakat diletakkan pada kas atau bagian (diwan) khusus baitul mal karena pendistribusiannya yang memiliki aturan tersendiri, yakni hanya untuk delapan ashnaf (kelompok) yang telah disebutkan di dalam Al Qur’an. Adapun prosentase pembagiannya diserahkan kepada ijtihad kepala negara.

Kekayaan baitul mal yang diperoleh dari barang milik umum umat Islam juga harus diletakkan pada diwan tersendiri. Sebab harta tersebut menjadi hak milik seluruh kaum muslimin, yang oleh kepala negara harus dibelanjakan untuk urusan kemaslahatan kaum muslimin, sesuai ijtihadnya yang didasarkan kepada syari’at.

Sedangkan harta dari sumber lain, yang merupakan hak Baitul Mal, diletakkan secara bercampur pada diwan umum dan dibelanjakan untuk urusan umat (termasuk santunan untuk delapan ashnaf) dan urusan negara seperti gaji pegawai dan pejabat, serta apa saja yang penting menurut pandangan negara.

Apabila harta-harta ini cukup untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan rakyat, maka cukuplah dengan harta tersebut. Apabila tidak, maka negara berhak mewajibkan pajak (dharibah) kepada seluruh kaum muslimin, untuk menunaikan tuntutan dari pelayanan urusan umat.

Masih banyak lagi aturan yang ditetapkan ulama dalam pengelolaan kekayaan baitul mal. Dari yang rutin sampai yang insidental seperti untuk membiayai pelaksanaan kewajiban jihad, atau penanggulangi bencana alam.

Lalu sejak kapan tepatnya baitul mal berdiri? Para sejarawan bersepakat bahwa lembaga baitul mal secara fungsional sebenarnya sudah ada sejak zaman Rasulullah SAW. Yaitu sejak kaum muslimin mendapatkan ghanimah (harta rampasan perang) berjumlah besar seusai Perang Badar. Ktika itu para shahabat berbeda pendapat tentang mekanisme dan prosentase pembagiannya. Lalu turunlah ayat pertama surah Al-Anfal yang menjelaskan pembagian tersebut:

“Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang (pembagian) harta rampasan perang. Katakanlah, ‘harta rampasan perang itu adalah milik Allah dan Rasul. Oleh karena bertaqwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan di antara sesama kalian, dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kalian benar-benar orang yang beriman.”

Ayat tersebut menegaskan bahwa harta rampasan perang adalah bagi seluruh kaum muslimin dan Rasulullah SAW selaku waliyyul amri diberi wewenang oleh Allh untuk membagikannya berdasarkan prinsip kemaslahatan kaum muslimin. Dengan demikian, dimulai fungsi baitul mal yang pengelolaannya secara sederhana dilakukan sendiri Rasulullah SAW.

Juru Catat
Pada masa Rasulullah SAW, baitul mal masih berkonotasi pihak (al-jihat) yang ditunjuk Rasulullah untuk menangani setiap harta benda kaum muslimin, baik berupa pendapatan maupun pengeluaran. Saat itu baitul mal belum mempunyai tempat khusus untuk menyimpan harta atau pengarsipan yang rapi untuk mencatatnya. Sebab harta yang diperoleh ketika itu belum banyak dan selalu langsung habis dibagi-bagikan kepada kaum muslimin dan dibelanjakan kepentingan umum.

Baitul mal pada masa Rasulullah SAW, belum memiliki kantor, arsip atau kepengurusan (diwan) tersendiri. Meski begitu budaya beliau telah mengangkat para juru catat di luar urusan menulis wahyu atau surat menyurat.

Muaiqib bin Abi Fatimah Ad-Dausiy, misalnya, ditunjuk Baginda Nabi menjadi pencatat harta ghanimah. Sedangkan Az Zubair bin Al-Awwam bertugas mencatat harta zakat, Hudzaifah bin Al-Yaman sebagai penulis taksiran panen hasil pertanian warga Hijaz, Abdullah bin Ruwahah sebagai penulis taksiran panen hasil pertanian warga Khaibar, Al-Mughirah bin Syu’bah sebagai pencatat hutang piutang dan mu’amalah yang dilakukan negara, serta Abdullah bin Arqam sebagai penulis urusan kemasyarakatan terkait kepentingan kabilah dan sumber airnya.

Hanzhalah bin Shaifi, sahabat yang bertugas sebagai juru tulis Nabi SA, menceritakan, “Rasulullah SAW menugaskan aku dan mengingatkan aku atas segala urusan pada hari ketiga (setelah peperangan)”

“Tidaklah datang harta atau makanan kepadaku selama tiga hari,” lanjut Hanzhalah, “kecuali Rasulullah SAW selalu mengingatkannya, agar segera didistribusikan. Rasulullah SAW tidak suka melalui suatu malam dengan ada harta (umat) masih berada di sisi beliau.”

Sepeninggal Rasulullah SAW, Sayyidina Abu Bakar diangkat menjadi Khalifah. Tradisi sederhana baitul mal pun masih terus berlangsung di tahun pertama kekhilafahannya (11 H/632 M). Setiap kali harta ghanimah datang dari wilayah-wilayah kekuasaan Islam, Abu Bakar langsung membawanya ke Masjid Nabawi dan membagi-bagikannya kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Dalam pembagian tersebut Khalifah Abu Bakar dibantu oleh Abu Ubaidah bin Al-Jarrah.

Baru pada tahun kedua kepemimpinannya (12 H/633 M), Khalifah Abu Bakar merintis embrio baitul mal sebagai lembaga mandiri. Saat itu baitul mal tak lagi sekedar bermakna pihak (al-jihat) yang menangani harta umat, namun sudah menjadi tempat (al-makan) untuk menyimpan harta negara. Bentuknya pun masih sangat sederhana, Abu Bakar menyiapkan sebuah karung atau kantung khusus di untuk menyimpan harta yang dikirimkan para gubernur ke Madinah.

Namun Abu Bakar Shiddiq adalah pemimpin yang sangat amanah. Meski mewarisi kekuasaan Rasulullah dalam mengelola keuangan umat, ia tidak pernah secuil pun menggunakannya untuk kepentingan pribadi. Untuk memenuhi keperluan nafkah dirinya dan keluarganya, sang khalifah itu memilih itu tetap berdagang. Terbukti pada hari kedua setelah dibai’at sebagai Khalifah, Abu Bakar kembali ke pasar untuk berdagang.

4000 Dirham Setahun
Diriwayatkan secara mengharukan oleh lbnu Sa’ad (wafat 230 H/844 M), penulis biografi para tokoh muslim, suatu ketika khalifah tengah berjalan ke pasar dengan memikul dagangannya yang berupa bahan pakaian di pundaknya. Di tengah jalan, ia berjumpa dengan sahabatnya, Umar bin Khaththab. Umar bertanya, “Anda mau kemana, wahai Khalifah?”
Abu Bakar menjawab, “Ke pasar.”
Umar berkata, “Bagaimana mungkin Anda melakukannya, padahal Anda telah memegang jabatan sebagai pemimpin kaum muslimin?”
Abu Bakar menjawab, “Lalu dari mana aku akan memberikan nafkah untuk keluargaku?”
Umar berkata, “Pergilah kepada Abu Ubaidah (pengelola Baitul Mal), agar ia menetapkan sesuatu untukmu.”
Karena Abu Bakar merasa segan, Umar pun menemaninya menemui Abu Ubaidah, sang bendahara negara (pejabat baitul mal). Oleh Abu Ubaidah lalu ditetapkan santunan (ta’widh) tahunan untuk khalifah sebesar 4000 dirham, jumlah yang sesuai untuk kebutuhan hidup seseorang secara sederhana.

Meskipun santunan itu telah ditetapkan secara sah secara syariat, namun hal itu tidak membuat Khalifah Abu Bakar senang dan tentram. Tak ingin sedikit pun terbebani oleh harta kaum muslimin, menjelang ajalnya Abu Bakar berpesan kepada ahli warisnya untuk mengembalikan santunan sejumlah 8.000 dirham yang pernah diterimanya selama dua tahun dari baitul mal.

Ketika sepeninggal Abu Bakar Shiddiq keluarganya mengembalikan uang tersebut ke baitul mal, Umar bin Khaththab yang diangkat menjadi khalifah menggantikan Abu Bakar berkomentar, “Semoga Allah merahmati Abu Bakar. Ia telah benar-benar membuat payah (berat) orang-orang yang datang setelahnya (untuk mengikutinya).”

Setelah Abu Bakar wafat, Khalifah Umar bin Khaththab mengajak bendaharawan masuk ke rumah Abu Bakar untuk membuka kantung baitul mal. Ternyata Umar hanya mendapatkan satu dinar saja yang tersisa di dalamnya. Abu Bakar telah benar-benar menasharrufkan harta baitul mal untuk kemaslahatan umat Islam.

Pada masa kekhalifahan Umar bin Khaththab, kejayaan Islam semakin terlihat. Para mujahid muslim yang dipimpin oleh panglima-panglima yang ditunjuk khalifah berhasil menaklukan banyak negeri. Yang terbesar adalah Kisra (Persia) dan Qaishar (Romawi) di Palestina dan Mesir.

Seiring dengan hal itu semakin banyak pula harta rampasan yang mengalir ke kota Madinah, sehingga tak bisa lagi ditampung dalam sebuah kantung. Khalifah Umar kemudian membangun sebuah rumah khusus untuk penyimpanan harta dan membentuk diwan-diwannya.

Dalam tata administrasi baitul mal, diwan berarti tempat di mana para penulis baitul mal bekerja dan arsip-arsip disimpan, atau kantor baitul mal. Terkadang diwan juga diartikan arsip itu sendiri.
Menurut salah satu riwayat, latar belakang pembentukan diwan pada masa Khalifah Umar adalah ketika suatu malam Abu Hurairah menyerahkan harta yang melimpah ruah yang diperolehnya dari Bahrain, sekitar tahun 20 H. Khalifah Umar pun bertanya kepadanya, “Apa yang kamu bawa ini?”
Abu Hurairah menjawab, “Saya membawa 500 ribu dirham.”
Umar berkata, “Apakah itu harta yang halal?”
Abu Hurairah menjawab, “Demikianlah adanya.”

Dua Potong Pakaian
Karena gembira Khalifah Umar pun kemudian naik mimbar, memuji Allah dan menyanjung-Nya, kemudian berkata, “Wahai manusia, sungguh telah datang kepada kita harta yang banyak, jika kalian menghendaki, kami akan menimbangnya bagi kalian. Jika kalian menghendaki, kami akan menghitungnya.”

Seorang laki-laki berkata, “Wahai Amirul Mu’minin, buatlah diwan-diwan (kantor) baitul mal untuk kaum muslimin, sehingga mereka dapat mengambil bagiannya dari sana.”

Umar bin Khaththab lalu bermusyawarah dengan kaum muslimin mengenai pembentukan diwan-diwan baitul Mal tersebut. Di antara yang hadir tampak Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, dan Al-Warid bin Hisyam bin Al-Mughirah.

Sayyidina Ali berkata, “Bagikanlah harta yang terkumpul kepadamu setiap tahun dan janganlah engkau tahan dari harta itu sedikitpun”

Utsman berkata, “Aku melihat harta yang banyak yang mendatangi manusia. Jika mereka tidak diatur sampai diketahui mana orang yang sudah mengambil bagiannya dan mana yang belum, maka aku khawatir hal ini akan mengacaukan keadaan.”

Dan Al-Warid bin Hisyam bin Al-Mughirah berkata, “Ketika tinggal di Syam aku melihat raja-rajanya membuat diwan-diwan dan membangun angkatan perangnya.”

Mendengar keterangan tersebut, maka Khalifah Umar menyetujuinya. Khalifah Umar juga mengangkat para penulis (sekretaris pemerintah) dan membangun angkatan perang yang digaji secara profesional dari harta Baitul Mal.

Terkadang sang khalifah juga menyisihkan seperlima bagian dari harta ghanimah dan membawanya ke masjid untuk dibagi-bagikan. Bisa dibilang pada masa Umar bin Khaththab itulah baitul mal berdiri secara resmi dan profesional sebagai kelembagaan keuangan umat dan negara.

Sebagaimana Abu Bakar, Khalifah Umar bin Khaththab pun sangat berhati-hati dalam mengelola baitul mal, sesuai aturan syariat. Dalam salah satu pidatonya tentang hak seorang khalifah dari baitul mal, yang dicatat oleh lbnu Katsir (700-774 H/1300-1373 M) dalam tarikhnya, Khalifah Umar berkata, “Tidak dihalalkan bagiku dari harta milik Allah ini melainkan dua potong pakaian musim panas dan sepotong pakaian musim dingin serta uang yang cukup untuk kehidupan harian seorang Quraisy biasa. Dan aku adalah orang biasa seperti kebanyakan kaum muslimin.”

Kemajuan baitul mal semakin terasa pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan (23-35 H/644-656 M). Namun, karena terpengaruh oleh keluarganya, banyak kebijakan pengelolaan baitul mal Khalifah Usman yang mendapat protes dari umat.

Ibnu Syihab Az Zuhri (51-123 H/670-742 M), seorang ahli hadits, sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad berkomentar tentang kekhalifahan Utsman. “Usman telah mengangkat sanak kerabat dan keluarganya dalam jabatan-jabatan tertentu pada enam tahun terakhir dari masa pemerintahannya. Ia memberikan khumus (seperlima) kepada Marwan (sekretarisnya yang kelak menjadi khalifah keempat Bani Umayyah) dari pemasukan ghanimah Mesir, serta harta lain yang jumlahnya sangat banyak kepada kerabatnya,” kata Ibnu Syihab Az-Zuhri.

“Usman menafsirkan tindakannya itu sebagai suatu bentuk silaturahmi yang diperintahkan oleh Allah SWT. Ia juga menggunakan harta dan meminjamnya dari Baitul Mal sambil berkata, ‘Abu Bakar dan Umar tidak mengambil hak mereka dari Baitul Mal, sedangkan aku mengambilnya dan membagi-bagikannya kepada sebagian kerabatku.’ Itulah sebab rakyat memprotesnya,” kata Az-Zuhri.


Selama Matahari Terbit
Kondisi, fungsi dan pengawasan baitul baru kembali ke relnya semula pada masa pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib (35-40 H/656-661 M), yang menggantikan Utsman yang gugur terbunuh. Sebagaimana Abu Bakar dan Umar, Khalifah Ali juga mendapat santunan tahunan dari Baitul Mal. lbnu Katsir menceritakan, jatah pakaian Imam Ali bin Abi Thalib dari baitul mal hanya bisa menutupi tubuh sampai separo kakinya, dan sering kali bajunya itu penuh dengan tambalan.

Ketika pecah Perang Shiffin, antara Ali dan Mu’awiyah, banyak orang dekat Khalifah Ali menyarankannya mengambil dana dari Baitul Mal untuk menghadiahi orang-orang yang sudah membantunya. Tujuannya baik, untuk mempertahankan persatuan umat dan dan mengokohkan pemerintahan yang sah.

Mendengar usulan itu, Imam Ali sangat marah dan berkata, “Apakah kalian memerintahkan aku untuk mencari kemenangan dengan kezaliman? Demi Allah, aku tidak akan melakukannya selama matahari masih terbit dan selama masih ada bintang di langit.”(Enskilopedi Hukum Islam, 1999)

Sepeninggal Khulafaur Rasyidun, kekhalifahan umat Islam jatuh ke tangan Dinasti Bani Umayyah. Baitul mal pun berubah fungsi. Abul A’la Al-Maududi menyebutkan, jika pada masa sebelumnya baitul mal dikelola dengan penuh kehati-hatian sebagai amanah Allah SWT dan kaum muslimin yang dikelola secara transparan, pada masa pemerintahan Bani Umayyah lembaga baitul mal sepenuhnya berada di tangan penguasa tanpa dapat dipertanyakan atau dikritik oleh rakyat.

Baitul mal sempat kembali ke tempat yang seharusnya pada masa pemerintahan khalifah kedelapan Bani Umayyah, yakni Umar bin Abdul Aziz (717-720 M). Dengan kebersihan hatinya pemimpin yang berjuluk khulafaur rasyidun kelima itu berupaya keras menjaga baitul mal dari pemasukan yang tidak halal dan pendistribusian yang tidak pada tempatnya secara syariat.

Khalifah Umar menekan para Amir bawahannya untuk mengembalikan harta yang tidak halal yang sebelumnya mereka ambil dari baitul mal dan sumber-sumberr lain yang tidak sah. Tak hanya memerintah, Umar bin Abdul Aziz sendiri mengembalikan harta pribadinya sendiri senilai 40.000 dinar ke Baitul Mal. Harta itu ia peroleh sebagai warisan dari ayahnya, Abdul Aziz bin Marwan.

Namun tetapi, kondisi baitul mal yang telah dikembalikan kepada fungsi yang haq itu tidak bertahan lama. Keluarga Bani Umayyah yang cemas kehilangan hartanya lalu membunuh khalifah yang jujur itu dengan meracuninya. Para pengganti Umar kembali bertindak seperti leluhurnya yang mengangkangi baitul mal untuk kepentingan pribadi.

Meski kocar-kacir, pemerintahan Bani Umayyah juga memberikan beberapa sentuhan positif dalam pengelolaan baitul mal. Di antaranya perubahan sistem bahasa arsip dan pencatatan pemasukan serta pengeluaran ke dalam bahasa Arab, sehingga memudahkan pemeriksaan.

Bahasa Arsip
Awalnya hanya pengeluaran saja yang dicatat dalam bahasa Arab, sementara pemasukan ditulis dalam bahasa wilayah tempat harta itu diperoleh. Pada tahun 81 H, pada masa pemerintahan Khalifah Abdul Malik bin Marwan, dari Bani Umayyah, seluruh diwan (arsip) yang mencatat segala sesuatu mengenai urusan harta negeri syam dan akhirnya seluruh negeri Islam, diubah penulisannya dengan bahasa Arab.

Keserakahan para penguasa Bani Umayyah terus menggerogoti sendi-sendi Baitul Mal dan berlanjut pada masa kekhalifahan Bani Abbasiyah. Tak sedikit kritik yang datang dari kaum ulama shalih yang hidup pada setiap masa itu. Namun semuanya diabaikan atau sang ulama diintimidasi agar tutup mulut.

Imam Abu Hanifah, pendiri Madzhab Hanafi, misalnya, pernah mengritik dengan pedas kebijakan Khalifah Abu Ja’far Al-Mansur (khalifah kedua Bani Abbasiyah, yang dipandangnya berlaku curang dalam mengelola Baitul Mal. Ketika Al-Manshur sering memberikan hadiah kepada orang-orang dekatnya dengan uang dan perhiasan yang diambil dari baitul mal. Tak hanya mengritik, Imam Abu Hanifah juga menolak ketika Khalifah Al-Manshur memberinya bingkisan pada hari raya.

Imam Abu Hanifah berkata, “Amirul Mukminin tidak memberiku dari hartanya sendiri. Ia memberiku dari baitul mal, milik kaum muslimin. Sedangkan aku tidak memiliki hak untuk mengambil darinya..”

Setelah Abbasiyyah runtuh, baitul mal terus hidup di negeri-negeri muslim yang dikelola dengan secara Islami. Baitul mal ikut menjadi saksi kejayaan Islam di Andalusia, kehebatan kepemimpinan Shalahuddin Al-Ayyubi dalam Perang Salib dan berkibarnya bendera kedigjayaan kekhalifahan terakhir yang dipimpin oleh Dinasti Utsmani di Turki. Pamor baitul mal baru benar-benar pudar ketika khilafah terakhir itu runtuh pada tahun 1924.

Dan kini ketika banyak orang yang mendambakan kembalinya kejayaan Islam, mungkin sudah waktunya baitul mal sebagai satu-satunya mesin pengelola keuangan kaum muslimin yang berlandaskan syariat dihidupkan kembali. Mungkin sudah waktunya umat Islam bersatu dalam sebuah sistem ekonomi mandiri yang berpihak kepada keadilan dan kejujuran, agar kedigjyaan umat Islam tidak terus menjadi utopia. [www.ahmadiftahsidik.blogspot.com]

Cinta dunia berlebih dan takut mati !

Kamis, 13 Januari 2011

1 komentar
Oleh: Aa Gym

Rasulullah yang mulia adalah contoh seorang pemimpin yang sangat dicintai umatnya; seorang suami yang menjadi kebanggaan keluarganya; pengusaha yang dititipi dunia tapi tak diperbudak oleh dunia karena beliau adalah orang yang sangat terpelihara hatinya dari silaunya dunia. Tidak ada cinta terhadap dunia kecuali cinta terhadap Allah. Kalaupun ada cinta pada dunia, hakikatnya itu adalah cinta karena Allah. Inilah salah satu rahasia sukses Rasulullah.

Apa yang dimaksud dengan dunia? Firman-Nya, "Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan sesuatu yang melalaikan... Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu." (Q.S. Al-Hadiid [57]:20)

Dunia adalah segala sesuatu yang membuat kita lalai kepada Allah. Misalnya, salat, saum atau sedekah, tetap dikatakan urusan dunia jika niatnya ingin dipuji makhluk hingga hati lalai terhadap Allah.

Sebaliknya, orang yang sibuk siang malam mencari uang untuk didistribusikan kepada yang memerlukan atau untuk kemaslahatan umat -- bukan untuk kepentingan pribadi -- bukan untuk kepentingan pribadi terhadap Allah, walau aktivitasnya seolah duniawi. Artinya, segala sesuatu yang membuat kita taat kepada Allah, maka hal itu bukanlah urusan dunia.

Bagaimana ciri orang yang cinta dunia? Jika seseorang mencintai sesuatu, maka dia akan diperbudak oleh apa yang dicintainya. Jika orang sudah cinta dunia, maka akan datang berbagai penyakit hati. Ada yang menjadi sombong, dengki, serakah atau capek memikirkan yang tak ada. Makin cinta pada dunia, makin serakah. Bahkan, bisa berbuat keji untuk mendapatkan dunia yang diinginkannya. Pikirannya selalu dunia, pontang-panting siang malam mengejar dunia untuk kepentingan dirinya.

Ciri lainnya adalah takut kehilangan. Seperti orang yang bersandar ke kursi, maka akan takut sandarannya diambil. Orang yang bersandar ke pangkat atau kedudukan, maka ia akan takut pangkat atau kedudukannya diambil. Oleh sebab itu, pencinta dunia itu tidak pernah merasa bahagia.

Rasulullah yang mulia, walau dunia lekat dan mudah baginya, tetapi semua itu tidak pernah sampai mencuri hatinya. Misalnya, saat pakaian dan kuda terbaiknya ada yang meminta, beliau memberikannya dengan ringan. Beliau juga pernah menyedekahkan kambing satu lembah. Inilah yang membuat beliau tak pernah terpikir untuk berbuat aniaya.

Semua yang ada di langit dan di bumi titipan Allah semata. Kita tidak mempunyai apa-apa. Hidup di dunia hanya mampir sebentar saja. Terlahir sebagai bayi, membesar sebentar, semakin tua, dan akhirnya mati. Kemudian terlahir manusia berikutnya, begitu seterusnya.

Bagi orang-orang yang telah sampai pada keyakinan bahwa semuanya titipan Allah dan total milik-Nya, ia tidak akan pernah sombong, minder, iri ataupun dengki. Sebaliknya, ia akan selalu siap titipannya diambil oleh Pemiliknya, karena segala sesuatu dalam kehidupan dunia ini tidak ada artinya. Harta, gelar, pangkat, jabatan, dan popularitas tidak akan ada artinya jika tidak digunakan di jalan Allah. Hal yang berarti dalam hidup ini hanyalah amal-amal kita. Oleh sebab itu, jangan pernah keberadaan atau tiadanya "dunia" ini meracuni hati kita. Jika memiliki harta dunia, jangan sampai sombong, dan jika tidak adanya pun, tidak perlu minder.

Kita harus meyakini bahwa siapa pun yang tidak pernah berusaha melepaskan dirinya dari kecintaan terhadap dunia, maka akan sengsara hidupnya. Mengapa? Sumber segala fitnah dan kesalahan adalah ketika seseorang begitu mencintai dunia. Semoga Allah mengaruniakan pada kita nikmatnya hidup yang tak terbelenggu oleh dunia. Wallahu a'lam.[http://mualaf.com]

Warga Muslim Medan Diserang Nasrani

Jumat, 07 Januari 2011

0 komentar
MEDAN (Arrahmah.com) - Sebuah penyerangan warga Muslim oleh pemuda nashrani terjadi di kota Medan. Kejadian teror yang memilukan ini terjadi di Kampung Melayu, Selambu, Medan. Sebanyak 7 rumah dibakar dan 7 hektar ladang warga juga dirusak. Mengapa kaum minoritas nasrani ini begitu berani melakukan teror ke umat Islam yang mayoritas?

Kronolis Kejadian Penyerangan
Kejadian bermula saat penyerangan oleh 16 pemuda nashrani yang merusak ladang warga muslim. Ladang warga yang dirusak sekitar 7 hektare. Selain itu, pemuda nashrani ini juga membakar 7 rumah warga Muslim Selambu, Medan. Peristiwa tersebut diketahui setelah adanya laporan dari salah satu warga, tepatnya tanggal 28 Oktober 2010 pukul 8.00 malam. Sebenarnya warga Selambu yang dikenal dengan kampung Melayu ini adalah warga yang menempati tanah dari warisan raja Melayu dan dihuni oleh sekitar 40 KK. Sementara pemuda nashrani yang bertempat tinggal di seberang jalan tol rute Amplas-Tembung ini adalah warga dengan tempat tinggal di daerah yang bisa dikatakan tidak menguntungkan, dikarenakan oleh lahan yang dijadikan pemukiman tidak bisa dijadikan untuk lahan pertanian. Sementara kampung melayu adalah kampung yang mempunyai lahan yang sangat bagus untuk dijadikan pertanian, dengan kata lain faktor awal penyerangan tersebut adalah untuk merebut lahan yang sudah diolah warga melayu sekitar tahun 2000. Sementara warga kampung melayu sendiri juga sudah membuat kampung mereka sendiri di tahun 2005 yang lalu. Meski sudah terlihat keinginan warga kafir untuk merebut lahan tersebut di tahun-tahun sebelumnya, tetapi bentrokan fisik ini tidak terhindarkan lagi dan terjadi di tahun 2010 ini.

Nasrani Berdusta & Warga Muslim Siap Siaga
Setelah kejadian, sejumlah warga yang mendengar laporan tersebut mendatangi tempat kejadian, dan dengan ijin Allah mereka menawan 1 pemuda diantara mereka. Diwaktu malam itu juga pemuda tersebut dibawa ke Polsekta Percut Sei Tuan, tetapi hasilnya nihil. Alih-alih mendapat perlindungan dari para thogut, malah perkara ini tidak dianggap serius oleh mereka. Dengan hasil yang tidak sebanding, maka warga memulangkan pemuda tadi ke pihak nashrani lagi. Tapi dasar orang kafir, sesampainya pemuda ini kembali ke kelompoknya, dia mengarang berita bohong  tentang kejadian yang dialaminya, dia menceritakan bahwa dia telah ditawan sama orang muslim dan dipukuli, sementara istrinya juga di bawa dan ditelanjangi mereka. Dengan berita bohong ini, maka terjadilah bentrokan di kubu Muslim dan kafir nashrani ini.

Teroris Teriak Teroris
Berikutnya, pada tanggal 30 Oktobernya warga kafir mengumpulkan sejumlah orang dan mencapai sekitar 600 orang, dan ditambah lagi pihak Muslim di sekitar kampung melayu ini, yang sebelumnya mereka sudah diancam oleh orang bertopeng dengan menggunakan senjata api untuk mau bergabung membantai dan membakar warga Muslim Kampung Melayu, dengan isu bahwa warga Kampung Melayu adalah kampung teroris dan menyembunyikan teroris.

Betapa paniknya warga di Kampung Melayu, bagaimana tidak penyerangan ini dilakukan tanpa sepengetahuan warga melayu, dan para warga hanya 20 orang saja dan itupun sudah termasuk anak-anak dan wanita. Kejadian ini terjadi pada pukul 10 pagi. Hal ini dikarenakan sebagian warga bekerja sebagai buruh bangunan dan pedagang yang kerja di kota Medan, dengan dipimpin oleh Pak Thoriq (saksi dari peristiwa ini) ibu-ibu dan anak-anak dikumpulkan di Masjid Kampung.

Dengan beringasnya kelompok kafir sudah sangat tidak sabar untuk membakar rumah dan membantai warga Melayu. Hal ini terbukti dan terlihat jelas sekali oleh Pak thoriq, karena mereka membawa senjata pedang panjang. Dengan keyakinan dan kepasrahan kepada Allah, warga muslim bergerak maju ingin melakukan perlawanan dengan mengucapkan takbir, seketika itu juga pasukan kafir bergerak mundur, karena terlihat sudah mundurnya pihak kafir, maka warga melayu bergerak mundur lagi hal ini dikarenakan tidak inginnya terjadi bentrokan fisik.

Malaikat Turun Membantu Muslim
Tapi memang dasar orang kafir, mereka sudah termakan hasutan dari salah pemuda sebelumnya, dengan beringas lagi mereka menyerbu warga melayu, dan dengan izin Allah, "karamah" datang menghampiri warga, pada saat kejadian tersebut Allah mengutus malaikatnya dengan perlengkapan perang yang komplit, warga kampung melayu mendengar bahwa ada cerita dari fihak kafir bahwa mereka mundur karena melihat adanya shaf pasukan, yang shaf pertama barisan dengan perlengkapan baju perangnya, shaf kedua dengan pakaian ala ninja, dan di shaf ketiga dengan berpakaian berjubah berwarna putih, betapa terkejutnya warga muslim melihat kejadian tersebut karena belum melakukan bentrok fisik ke fihak kafir, tetapi mereka melihat seperti adanya penghalang diantara pihak muslim, fihak kafir melakukan perlawanan kepada pasukan malaikat tersebut, dengan adanya perlawanan maka setelah berakhirnya bentrokan dan kocar-kacirnya pihak kafir, ternyata dari pihak mereka kritis satu orang dengan kepala hampir terpenggal.

Belum hilang keheranan fihak kafir dengan pasukan perang yang datang menghalangi warga, mereka malah mencari-cari berkeliling kampung untuk memastikan dimana mereka menyembunyikan pasukan malaikat tadi, malah ibu-ibu yang ketika itu diintrogasi polisi langsung menjawab "Kalau mau dicari disini mana ada, cari sana dilangit" ketusnya.
Anehnya lagi, kejadian ini ternyata sudah disaksikan oleh polisi thogut dari kejahuan, hal ini nampak jelas sekali karena setelah adanya pihak kafir yang kritis maka polisi datang. Sayangnya pula, berita dan kejadian ini bak hilang ditelan bumi dan tidak menjadi berita nasional, malah terlihat disembunyikan ke khalayak ramai. Itu konsekuensi dari media-media kafir dan sekuler yang mendominasi negeri ini. Padahal, TV One sebagaimana biasa dan gemar dengan berita semacam ini sudah meliput kejadian ini dan sudah pula menyiarkannya. Namun, tetap saja umat Muslim banyak yang tidak tahu berita ini dan banyak pula yang takut masalah ini bisa menjadi pemantik terjadinya isu SARA. Padahal, ini suatu bukti bahwa umat Muslim yang mayoritas di negeri ini bisa menjadi korban teror kaum nashrani yang minoritas. Dimanakah umat Islam yang lainnya ?