Keagungan bulan Muharram

Rabu, 30 November 2011

0 komentar
(Arrahmah.com) – Kini kita berada di pekan pertama bulan Muharram 1433 H. Bulan Muharram adalah bulan yang agung dan penuh berkah. Ia merupakan bulan pertama dalam kalender Hijriyah dan salah satu dari empat bulan Haram.
Sebagaimana difirmankan oleh Allah SWT:
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ
“Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kalian menganiaya diri dalam bulan yang empat itu.” (QS. At-Taubah (9): 36)
وعَنْ أَبِي بَكْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : .. السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ثَلَاثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ
Dari Abu Bakrah RA dari Nabi SAW bersabda: “Satu tahun terdiri dari dua belas bulan, di antaranya terdapat empat bulan Haram. Tiga bulan Haram berturut-turut yaitu Dzulqa’dah, Dzuhijah, dan Muharram. Satu bulan Haram lainnya adalah Rajab bangsa Mudhar yang berada di antara bulan Jumadil Akhir dan Sya’ban.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Bulan ini disebut bulan Muharram karena tergolong sebagai bulan Haram, sekaligus sebagai penegasan keharaman melakukan peperangan dan tindakan kezaliman lainnya di bulan ini. “Sebagaimana firman Allah di atas (yang artinya): “Maka janganlah kalian menganiaya diri dalam bulan yang empat itu!” (QS. At-Taubah (9): 36)
Imam Adh-Dhahak bin Muzahim berkata, ”Bulan-bulan tersebut disebut bulan Haram agar tidak terjadi peperangan pada bulan-bulan tersebut.”
Maksud ayat yang mulia di atas adalah janganlah kalian melakukan kezaliman dalam empat bulan yang Haram tersebut, karena larangannya dan dosanya lebih besar disbanding kezaliman pada bulan-bulan yang lain, meski pada dasarnya kezaliman kapan pun dilarang oleh Islam.
Sahabat Ibnu Abbas RA berkata: “Janganlah kalian melakukan kezaliman dalam seluruh bulan. Kemudian Allah secara khusus menyebutkan empat bulan. Allah menjadikannya sebagai bulan Haram dan Allah menegaskan larangan yang lebih kuat atas kezaliman pada bulan tersebut. Perbuatan kezaliman pada bulan tersebut akan lebih besar dosanya, dan amal shalih pada bulan tersebut akan lebih besar pahalanya.”
Qatadah bin Di’amah as-Sadusi berkata: “Sesungguhnya perbuatan kezaliman pada bulan-bulan Haram adalah lebih besar kesalahan dan dosanya, dibandingkan kezaliman pada bulan-bulan yang lain. Meskipun kezaliman dalam keadaan apapun besar dosanya. Namun Allah mengagungkan dari urusan-Nya apa saja yang Allah kehendaki.”
Wallahu a’lam bish-shawab

Beberapa amalan dan do'a ketika turun hujan

Selasa, 29 November 2011

0 komentar

Segala puji bagi Allah Ta’ala atas segala macam nikmat yang telah diberikan-Nya. Dan shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam beserta keluarga, para sahabatnya dan pengikutnya hingga akhir zaman.
Segala puji bagi Allah, pada saat ini Allah telah menganugerahkan kita suatu karunia dengan menurunkan hujan melalui kumpulan awan. Allah Ta’ala berfirman,
أَفَرَأَيْتُمُ الْمَاءَ الَّذِي تَشْرَبُونَ (68) أَأَنْتُمْ أَنْزَلْتُمُوهُ مِنَ الْمُزْنِ أَمْ نَحْنُ الْمُنْزِلُونَ (69)
Maka terangkanlah kepadaku tentang air yang kamu minum. Kamukah yang menurunkannya atau Kamikah yang menurunkannya?” (QS. Al Waqi’ah [56] : 68-69)
Begitu juga firman Allah Ta’ala,
وَأَنْزَلْنَا مِنَ الْمُعْصِرَاتِ مَاءً ثَجَّاجًا (14)
Dan Kami turunkan dari awan air yang banyak tercurah.” (QS. An Naba’ [78] : 14)
Allah Ta’ala juga berfirman,
فَتَرَى الْوَدْقَ يَخْرُجُ مِنْ خِلَالِهِ
Maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya.” (QS. An Nur [24] : 43) yaitu dari celah-celah awan.[1]
Merupakan tanda kekuasaan Allah Ta’ala, kesendirian-Nya dalam menguasai dan mengatur alam semesta, Allah menurunkan hujan pada tanah yang tandus yang tidak tumbuh tanaman sehingga pada tanah tersebut tumbuhlah tanaman yang indah untuk dipandang. Allah Ta’ala telah mengatakan yang demikian dalam firman-Nya,
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنَّكَ تَرَى الأرْضَ خَاشِعَةً فَإِذَا أَنْزَلْنَا عَلَيْهَا الْمَاءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ إِنَّ الَّذِي أَحْيَاهَا لَمُحْيِي الْمَوْتَى إِنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Dan di antara tanda-tanda-Nya (ialah) bahwa kau lihat bumi kering dan gersang, maka apabila Kami turunkan air di atasnya, niscaya ia bergerak dan subur. Sesungguhnya Tuhan Yang menghidupkannya, Pastilah dapat menghidupkan yang mati. Sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Fushshilat [41] : 39). Itulah hujan, yang Allah turunkan untuk menghidupkan tanah yang mati. Sebagaimana pembaca dapat melihat pada daerah yang kering dan jarang sekali dijumpai air seperti Gunung Kidul, tatkala hujan itu turun, datanglah keberkahan dengan mekarnya kembali berbagai tanaman dan pohon jati kembali hidup setelah sebelumnya kering tanpa daun. Sungguh ini adalah suatu kenikmatan yang amat besar.
Sebagai tanda syukur kepada Allah atas nikmat hujan yang telah diberikan ini, sebaiknya kita mengilmui beberapa hal seputar musim hujan. Untuk tulisan pertama, kami akan menjelaskan amalan-amalan yang semestinya dilakukan seorang muslim ketika hujan turun. Setelah itu, kita akan memperjari fenomena kilatan petir dan geledek. Dan terakhir kita akan mengkaji bersama mengenai beberapa keringanan di musim penghujan. Semoga bermanfaat.

:: Beberapa Amalan Ketika Turun Hujan ::

[1] Keadaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam Tatkala Mendung
Ketika muncul mendung, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam begitu khawatir, jangan-jangan akan datang adzab dan kemurkaan Allah. Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata,
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا رَأَى نَاشِئاً فِي أُفُقٍ مِنْ آفَاِق السَمَاءِ، تَرَكَ عَمَلَهُ- وَإِنْ كَانَ فِي صَلَاةٍ- ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْهِ؛ فَإِنْ كَشَفَهُ اللهُ حَمِدَ اللهَ، وَإِنْ مَطَرَتْ قَالَ: “اللَّهُمَّ صَيِّباً نَافِعاً”
”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila melihat awan (yang belum berkumpul sempurna, pen) di salah satu ufuk langit, beliau meninggalkan aktivitasnya –meskipun dalam shalat- kemudian beliau kembali melakukannya lagi (jika hujan sudah selesai, pen). Ketika awan tadi telah hilang, beliau memuji Allah. Namun, jika turun hujan, beliau mengucapkan, “Allahumma shoyyiban nafi’an” [Ya Allah jadikanlah hujan ini sebagi hujan yang bermanfaat].”[2]
’Aisyah radhiyallahu ’anha berkata,
كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا رَأَى مَخِيلَةً فِى السَّمَاءِ أَقْبَلَ وَأَدْبَرَ وَدَخَلَ وَخَرَجَ وَتَغَيَّرَ وَجْهُهُ ، فَإِذَا أَمْطَرَتِ السَّمَاءُ سُرِّىَ عَنْهُ ، فَعَرَّفَتْهُ عَائِشَةُ ذَلِكَ ، فَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « مَا أَدْرِى لَعَلَّهُ كَمَا قَالَ قَوْمٌ ( فَلَمَّا رَأَوْهُ عَارِضًا مُسْتَقْبِلَ أَوْدِيَتِهِمْ ) »
”Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam apabila melihat mendung di langit, beliau beranjak ke depan, ke belakang atau beralih masuk atau keluar, dan berubahlah raut wajah beliau. Apabila hujan turun, beliau shallallahu ’alaihi wa sallam mulai menenangkan hatinya. ’Aisyah sudah memaklumi jika beliau melakukan seperti itu. Lalu Nabi shallallahu ’alaihi wa sallammengatakan, ”Aku tidak mengetahui apa ini, seakan-akan inilah yang terjadi (pada Kaum ’Aad) sebagaimana Allah berfirman (yang artinya), ”Maka tatkala mereka melihat azab itu berupa awan yang menuju ke lembah-lembah mereka.” (QS. Al Ahqaf [46] : 24)”[3]
Ibnu Hajar mengatakan, ”Hadits ini menunjukkan bahwa seharusnya seseorang menjadi kusut pikirannya jika ia mengingat-ingat apa yang terjadi pada umat di masa silam dan ini merupakan peringatan agar ia selalu merasa takut akan adzab sebagaimana ditimpakan kepada mereka yaitu umat-umat sebelumnya.”[4]
[2] Mensyukuri Nikmat Turunnya Hujan
Apabila Allah memberi nikmat hujan, dianjurkan bagi seorang muslim dalam rangka bersyukur kepada-Nya untuk membaca do’a,
اللَّهُمَّ صَيِّباً ناَفِعاً
Allahumma shoyyiban naafi’aa [Ya Allah, turunkanlah pada kami hujan yang bermanfaat].
Itulah yang Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ucapkan ketika melihat turunnya hujan. Hal ini berdasarkan hadits dari Ummul Mukminin, ’Aisyah radhiyallahu ’anha,
إِنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ إِذَا رَأَى الْمَطَرَ قَالَ « اللَّهُمَّ صَيِّباً نَافِعاً »
”Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ketika melihat turunnya hujan, beliau mengucapkan, ”Allahumma shoyyiban nafi’an” [Ya Allah turunkanlah pada kami hujan yang bermanfaat]”.[5]
Ibnu Baththol mengatakan, ”Hadits ini berisi anjuran untuk berdo’a ketika turun hujan agar kebaikan dan keberkahan semakin bertambah, begitu pula semakin banyak kemanfaatan.”
Al Khottobi mengatakan, ”Air hujan yang mengalir adalah suatu karunia.”[6]
[3] Turunnya Hujan, Kesempatan Terbaik untuk Memanjatkan Do’a
Ibnu Qudamah dalam Al Mughni[7] mengatakan, ”Dianjurkan untuk berdo’a ketika turunnya hujan, sebagaimana diriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
اُطْلُبُوا اسْتِجَابَةَ الدُّعَاءِ عِنْدَ ثَلَاثٍ : عِنْدَ الْتِقَاءِ الْجُيُوشِ ، وَإِقَامَةِ الصَّلَاةِ ، وَنُزُولِ الْغَيْثِ
Carilah do’a yang mustajab pada tiga keadaan : [1] Bertemunya dua pasukan, [2] Menjelang shalat dilaksanakan, dan [3] Saat hujan turun.”[8]
Begitu juga terdapat hadits dari Sahl bin Sa’d, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
ثِنْتَانِ مَا تُرَدَّانِ الدُّعَاءُ عِنْدَ النِّدَاءِ وَ تَحْتَ المَطَرِ
Dua do’a yang tidak akan ditolak: [1] do’a ketika adzan dan [2] do’a ketika ketika turunnya hujan.[9]
[4] Ketika Terjadi Hujan Lebat
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam suatu saat pernah meminta diturunkan hujan. Kemudian ketika hujan turun begitu lebatnya, beliau memohon pada Allah agar cuaca kembali menjadi cerah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a,
اللَّهُمّ حَوَالَيْنَا وَلَا عَلَيْنَا,اللَّهُمَّ عَلَى الْآكَامِ وَالْجِبَالِ وَالظِّرَابِ وَبُطُونِ الْأَوْدِيَةِ وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ
“Allahumma haawalaina wa laa ’alaina. Allahumma ’alal aakami wal jibaali, wazh zhiroobi, wa buthunil awdiyati, wa manaabitisy syajari [Ya Allah, turunkanlah hujan di sekitar kami, bukan untuk merusak kami. Ya Allah, turukanlah hujan ke dataran tinggi, gunung-gunung, bukit-bukit, perut lembah dan tempat tumbuhnya pepohonan].”[10]
Ibnul Qayyim mengatakan, ”Ketika hujan semakin lebat, para sahabat meminta pada Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam supaya berdo’a agar cuaca kembali menjadi cerah. Akhirnya beliau membaca do’a di atas.”[11]
Syaikh Sholih As Sadlan mengatakan bahwa do’a di atas dibaca ketika hujan semakin lebat atau khawatir hujan akan membawa dampak bahaya.[12]
[5] Mengambil Berkah dari Air Hujan
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, ”Kami pernah kehujanan bersama Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyingkap bajunya hingga terguyur hujan. Kemudian kami mengatakan, “Wahai Rasulullah, mengapa engkau melakukan demikian?” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لأَنَّهُ حَدِيثُ عَهْدٍ بِرَبِّهِ تَعَالَى
Karena hujan ini baru saja Allah ciptakan.”[13]
An Nawawi menjelaskan, “Makna hadits ini adalah hujan itu rahmat yaitu rahmat yang baru saja diciptakan oleh Allah Ta’ala. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertabaruk (mengambil berkah) dari hujan tersebut.”[14]
An Nawawi selanjutnya mengatakan, ”Dalam hadits ini terdapat dalil bagi ulama Syafi’iyyah tentang dianjurkannya menyingkap sebagian badan (selain aurat) pada awal turunnya hujan, agar terguyur air hujan tersebut. Dan mereka juga berdalil dari hadits ini bahwa seseorang yang tidak memiliki keutamaan, apabila melihat orang yang lebih berilmu melakukan sesuatu yang ia tidak ketahui, hendaknya ia menanyakannya untuk diajari lalu dia mengamalkannya dan mengajarkannya pada yang lain.”[15]
Dalam hal mencari berkah dengan air hujan dicontohkan pula oleh sahabat Ibnu ‘Abbas. Beliau berkata,
أَنَّهُ كَانَ إِذَا أَمْطَرَتِ السَّمَاءُ، يَقُوْلُ: “يَا جَارِيَّةُ ! أَخْرِجِي سَرْجِي، أَخْرِجِي ثِيَابِي، وَيَقُوْلُ: وَنَزَّلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً مُبَارَكاً [ق: 9].
”Apabila turun hujan, beliau mengatakan, ”Wahai jariyah keluarkanlah pelanaku, juga bajuku”.” Lalu beliau membacakan (ayat) [yang artinya], ”Dan Kami menurunkan dari langit air yang penuh barokah (banyak manfaatnya).” (QS. Qaaf [50] : 9)” [16]
[6] Dianjurkan Berwudhu dengan Air Hujan
Ibnu Qudamah mengatakan, ”Dianjurkan untuk berwudhu dengan air hujan apabila airnya mengalir deras.”[17]
Dari Yazid bin Al Hadi, apabila air yang deras mengalir, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,
اُخْرُجُوا بِنَا إلَى هَذَا الَّذِي جَعَلَهُ اللَّهُ طَهُورًا ، فَنَتَطَهَّرَمِنْهُ وَنَحْمَدَ اللّهَ عَلَيْهِ
Keluarlah kalian bersama kami menuju air ini yang telah dijadikan oleh Allah sebagai alat untuk bersuci.” Kemudian kami bersuci dengan air tersebut dan memuji Allah atas nikmat ini.”[18]
Namun, hadits di atas adalah hadits yang lemah karena munqothi’ (terputus sanadnya) sebagaimana dikatakan oleh Al Baihaqi[19].
Ada hadits yang serupa dengan hadits di atas dan shahih,
كَانَ يَقُوْلُ إِذَا سَالَ الوَادِي ” أُخْرُجُوْا بِنَا إِلَى هَذَا الَّذِي جَعَلَهُ اللهُ طَهُوْرًا فَنَتَطَهَّرُ بِهِ “
“Apabila air mengalir di lembah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Keluarlah kalian bersama kami menuju air ini yang telah dijadikan oleh Allah sebagai alat untuk bersuci”. Kemudian kami bersuci dengannya.”[20]
[7] Janganlah Mencela Hujan
Sungguh sangat disayangkan sekali, setiap orang sudah mengetahui bahwa hujan merupakan nikmat dari Allah Ta’ala. Namun, ketika hujan dirasa mengganggu aktivitasnya, timbullah kata-kata celaan, “Aduh!! hujan lagi, hujan lagi”.
Perlu diketahui bahwa setiap yang seseorang ucapkan, baik yang bernilai dosa atau tidak bernilai dosa dan pahala, semua akan masuk dalam catatan malaikat. Allah Ta’ala berfirman,
مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaaf [50] : 18)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللَّهِ لاَ يُلْقِى لَهَا بَالاً ، يَرْفَعُ اللَّهُ بِهَا دَرَجَاتٍ ، وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللَّهِ لاَ يُلْقِى لَهَا بَالاً يَهْوِى بِهَا فِى جَهَنَّمَ
Sesungguhnya ada seorang hamba berbicara dengan suatu perkataan yang tidak dia pikirkan lalu Allah mengangkat derajatnya disebabkan perkataannya itu. Dan ada juga seorang hamba yang berbicara dengan suatu perkataan yang membuat Allah murka dan tidak pernah dipikirkan bahayanya lalu dia dilemparkan ke dalam jahannam.[21]
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menasehatkan kita agar jangan selalu menjadikan makhluk yang tidak dapat berbuat apa-apa sebagai kambing hitam jika kita mendapatkan sesuatu yang tidak kita sukai. Seperti beliau melarang kita mencela waktu dan angin karena kedua makhluk tersebut tidak dapat berbuat apa-apa.
Dalam sebuah hadits qudsi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Allah Ta’ala berfirman,
قَالَ اللَّهُ تَعَالَى يُؤْذِينِى ابْنُ آدَمَ ، يَسُبُّ الدَّهْرَ وَأَنَا الدَّهْرُ ، بِيَدِى الأَمْرُ ، أُقَلِّبُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ
Manusia menyakiti Aku; dia mencaci maki masa (waktu), padahal Aku adalah pemilik dan pengatur masa, Aku-lah yang mengatur malam dan siang menjadi silih berganti.[22]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
لاَ تَسُبُّوا الرِّيحَ
Janganlah kamu mencaci maki angin.”[23]
Dari dalil di atas terlihat bahwa mencaci maki masa (waktu) dan angin adalah sesuatu yang terlarang. Begitu pula halnya dengan mencaci maki makhluk yang tidak dapat berbuat apa-apa, seperti mencaci maki angin dan hujan adalah terlarang.
Larangan ini bisa termasuk syirik akbar (syirik yang mengeluarkan seseorang dari Islam) jika diyakini makhluk tersebut sebagai pelaku dari kejelekan yang terjadi. Meyakini demikian berarti meyakini bahwa makhluk tersebut yang menjadikan baik dan buruk. Ini sama saja dengan menyatakan ada pencipta selain Allah. Namun, jika diyakini yang menakdirkan adalah Allah sedangkan makhluk-makhluk tersebut bukan pelaku dan hanya sebagai sebab saja, maka seperti ini hukumnya haram, tidak sampai derajat syirik. Dan apabila yang dimaksudkan cuma sekedar pemberitaan, -seperti mengatakan, “Hari ini hujan deras, sehingga kita tidak bisa berangkat ke masjid untuk shalat”, tanpa ada tujuan mencela sama sekali maka seperti ini tidaklah mengapa.[24]
Intinya, mencela hujan tidak terlepas dari hal yang terlarang karena itu sama saja orang yang mencela hujan mencela Pencipta hujan yaitu Allah Ta’ala. Ini juga menunjukkan ketidaksabaran pada diri orang yang mencela. Sudah seharusnya lisan ini selalu dijaga. Jangan sampai kita mengeluarkan kata-kata yang dapat membuat Allah murka. Semestinya yang dilakukan ketika turun hujan adalah banyak bersyukur kepada-Nya sebagaimana telah diterangkan dalam point-point sebelumnya.
[8] Berdo’a Setelah Turunnya Hujan
Dari Zaid bin Kholid Al Juhani, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat shubuh bersama kami di Hudaibiyah setelah hujan turun pada malam harinya. Tatkala hendak pergi, beliau menghadap jama’ah shalat, lalu mengatakan, ”Apakah kalian mengetahui apa yang dikatakan Rabb kalian?” Kemudian mereka mengatakan,”Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui”. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« أَصْبَحَ مِنْ عِبَادِى مُؤْمِنٌ بِى وَكَافِرٌ فَأَمَّا مَنْ قَالَ مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللَّهِ وَرَحْمَتِهِ. فَذَلِكَ مُؤْمِنٌ بِى وَكَافِرٌ بِالْكَوْكَبِ وَأَمَّا مَنْ قَالَ مُطِرْنَا بِنَوْءِ كَذَا وَكَذَا. فَذَلِكَ كَافِرٌ بِى مُؤْمِنٌ بِالْكَوْكَبِ »
“Pada pagi hari, di antara hambaKu ada yang beriman kepadaKu dan ada yang kafir. Siapa yang mengatakan ’Muthirna bi fadhlillahi wa rohmatih’ (Kita diberi hujan karena karunia dan rahmat Allah)maka dialah yang beriman kepadaku dan kufur terhadap bintang-bintang. Sedangkan yang mengatakan ‘Muthirna binnau kadza wa kadza’ (Kami diberi hujan karena sebab bintang ini dan ini), maka dialah yang kufur kepadaku dan beriman pada bintang-bintang.”[25]
Dari hadits ini terdapat dalil untuk mengucapkan ‘Muthirna bi fadhlillahi wa rohmatih’ (Kita diberi hujan karena karunia dan rahmat Allah) setelah turun hujan sebagai tanda syukur atas nikmat hujan yang diberikan.
Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rahimahullah mengatakan, ”Tidak boleh bagi seseorang menyandarkan turunnya hujan karena sebab bintang-bintang. Hal ini bisa termasuk kufur akbar yang menyebabkan seseorang keluar dari Islam jika ia meyakini bahwa bintang tersebut adalah yang menciptakan hujan. Namun kalau menganggap bintang tersebut hanya sebagai sebab, maka seperti ini termasuk kufur ashgor (kufur yang tidak menyebabkan seseorang keluar dari Islam). Ingatlah bahwa bintang tidak memberikan pengaruh terjadinya hujan. Bintang hanya sekedar waktu semata.”[26]
Demikian beberapa amalan yang bisa diamalkan ketikan hujan turun.
Semoga Allah memudahkan posting selanjutnya mengenai fenomena kilatan petir dan geledek.


[1] Lihat Majmu’ Al Fatawa, Ibnu Taimiyyah, 24/262, Darul Wafa’, cetakan ketiga, 1426 H.
[2] Lihat Adabul Mufrod no. 686, dihasankan oleh Syaikh Al Albani
[3] HR. Bukhari no. 3206
[4] Fathul Bari Syarh Shohih Al Bukhari, Ibnu Hajar Al ’Asqolani Asy Syafi’i, 6/301, Darul Ma’rifah, Beirut, 1379 H
[5] HR. Bukhari no. 1032, Ahmad no. 24190, dan An Nasai no. 1523.
[6] Syarh Al Bukhari, Ibnu Baththol, 5/18, Asy Syamilah.
[7] Al Mughni fi Fiqhil Imam Ahmad bin Hambal Asy Syaibani, Ibnu Qudamah Al Maqdisi, 2/294, Darul Fikr, Beirut, cetakan pertama, 1405 H.
[8] Dikeluarkan oleh Imam Syafi’i dalam Al Umm dan Al Baihaqi dalam Al Ma’rifah dari Makhul secara mursal. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat Shohihul Jaami’ no. 1026.
[9] HR. Al Hakim dan Al Baihaqi. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan. Lihat Shohihul Jaami’ no. 3078.
[10] HR. Bukhari no. 1014.
[11] Zaadul Ma’ad, Ibnu Qayyim Al Jauziyah, 1/439, Muassasah Ar Risalah, cetakan ke-14, tahun 1407 H.
[12] Lihat Dzikru wa Tadzkir, Sholih As Sadlan, hal. 28, Asy Syamilah.
[13] HR. Muslim no. 898.
[14] Syarh Muslim, Yahya bin Syarf An Nawawi, 6/195, Dar Ihya’ At Turots Al ‘Arobiy, cetakan kedua, 1392 H.
[15] Syarh Muslim, 6/196.
[16] Lihat Adabul Mufrod no. 1228. Syaikh Al Albani mengatakan sanad hadits ini shohih dan hadits ini mauquf [perkataan sahabat].
[17] Al Mughni, 2/295.
[18] Dikeluarkan oleh Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubro (3/359) dan Tuhfatul Muhtaj (1/567). Dikeluarkan pula oleh An Nawawi dalam Al Khulashoh (2/884) dan Ibnu Katsir dalam Irsyadul Faqih (1/216) [dinukil dari http://dorar.net ]. Lihat pula Zaadul Ma’ad, Ibnul Qayyim, 1/439. Hadits ini adalah hadits yang lemah karena munqothi’ yaitu ada sanad yang terputus.
[19] Syaikh Al Albani dalam Dho’if Al Jaami’ no. 4416 mengatakan bahwa hadits ini dho’if.
[20] HR. Muslim, Abu Daud, Al Baihaqi, dan Ahmad. Lihat Irwa’ul Gholil no. 679. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits inishahih.
[21] HR. Bukhari no. 6478.
[22] HR. Bukhari no. 4826 dan Muslim no. 2246, dari Abu Hurairah.
[23] HR. Tirmidzi no. 2252, dari Abu Ka’ab. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
[24] Faedah dari guru kami Ustadz Abu Isa hafizhohullah. Lihat buah pena beliau “Mutiara Faedah Kitab Tauhid”, hal. 227-231, Pustaka Muslim, cetakan pertama, Jumadal Ula 1428 H.
[25] HR. Bukhari no. 846 dan Muslim no. 71, dari Kholid Al Juhaniy.
[26] Kutub wa Rosa’il Lil ‘Utsaimin, 170/20, Asy Syamilah.
***
Sumber : Arrahmah.com

BIOGRAFI UMAR BIN KHATHAB Rhadliyallahu 'Anhu

Kamis, 21 April 2011

0 komentar
Oleh :Taqiyudin At-Tsaniy


a. Biografi Singkat Khalifah Bin Khathab

 

Umar bin Khathab; nama aslinya. Nama panggilan atau gelar beliau adalah Al-Faruq, artinya bisa membedakan yang hak dengan batil. Beliau juga orang yang pertama sekali mendapat gelar Amirul Mu'minin, artinya Raja orang-orang Mu'min.
Umar bin Khathab dilahirkan tiga belas peristiwa gajah. jadi beliau lebih muda dari Nabi Muhammad SAW. Ketijka sebelum masuk Islam, Umar pernah bekerja mengembala kambing kepunyaan keluarganya sendiri. kemudian setelah dewasa pernah pula ia berdagang ke Syam. otaknya cerdas, lidahnya fasih, pemberani, disegani oleh kawan dan lawan, akhlaknya mulia, hatinya jujur, dan perkataanya selalu benar. 

 

b. Masuk Islamnya Umar bin Khathab

 

Umar bin Khathab masuk Islam sebagai perwujudan dari do'a Nabi SAW. agar Umar bin Khathab atau Abi Jashin bin Hisyam (Abu Jahal), salah seorang di antara kedua orang ini Masuk islam. Do'a Rasulullah ini dikabulkan oleh Allah dengan masuk Islamnya Umar pada tahun ke-6 kenabian. Ketika itu usia beliau baru sekitar tiga puluh tiga tahun. setelah beliau masuk Islam, maka dakwah Islam yang tadinya dilancarkan secara sembunyi-sembunyi, berkat anjuran Umar kepada Rasulullah SAW. disiarkan secara terang-terangan Dengan pimpinan Umar bin Khathab, Nabi SAW. beserta kaum Muslimin lainya keluar dengan membaca Allahu Akbar dan Laa ilaha illallah. Sejak itulah kaum muslimin benar-benar merasakan kemulian islam.
Tahun-demi tahun ketika Abu Bakar Ash-Shiddiq sedang sakit mengjelang ajalnya, maka sahabat besar dipanggil untuk menetapkan siapa yang pantas menjadi Khalifah apabila Abu Bakar wafat. Maka keputusan mesyawarah menetapkan Umar bin Khatab menjadi Khalifah ke-2. Segera setelah Umar bin Khathab diangkat menjadi Khalifah, beliau berpidato : "Aku akan membawa saudara-saudara sekalian ke jalan yang benar. jika kalian dapati aku bersalah, tidak taat kepada Allah dan Rasul-Nya, hendaklah saudara-saudara luruskan."

Lalu pada saat itu berdirilah seorang laki-laki sambil menghunus pedang dan berkata : "akan kuluruskan engakau Umar, bila engkau bersalah, dengan pedangku ini."
Jawab Umar : "Aku berterima kasih kepadamu, karena engkau mau meluruskan kesalahanku."

c. Karya-karya Umar dalam pengembangan Islam 

Sebagai kelanjutan dari konsep khalifah Abu Bakar di dalam penyebaran Islam, maka di antara usaha-usaha Umar adalah :
  1. Penaklukan Irak lewat pertempuran dasyat dijembatan sungai furat, yang mengakibatkan syahidnya panglima perang Abu Ubaidah. sedang pada pertempuran yang kedua di sungai itu juga mengocar-kacirkan tentara Persia, syahid pulalah Panglima perang Masna bin Harisah sebagai gantinya, Khalifah Umar mengankat Sa'ad bin Abi waqqas. Dengan taktik dan siasat baru akhirnya pasukan Islam mendapat kemenangan, Setelah banyak negeri dapat ditaklukan.
  2. Pendirian kota Kufah dan Basrah
  3. Penklukan Iran, Khurasan, sabur dan lainya.
  4. Penaklukan Damsyik. Thabariyah dan lain-lain, oleh kahlid bin walid dan Abu Ubaidah.
  5. Penaklukan Mesir dan Iskandariyah.
  6. Permulaan penggunaan tahun Hijriyah.
  7. Perbaikan administrasi negara, keuangan, kemiliteran, dan gaji pegawai.
  8. Penerapan Sistem Pemerintahan Daerah.
  9. Penggunaan mata uang.
  10. Penganturan lalu lintas pos.
  11. Pembukaan madrasah jurusan Ilmu hukum dikota Madinah.

d. Sifat-sifat Khalifah Umar bin Khathab
  1. Penuh rasa kasih sayang.
  2. Adil dalam menghukum.
  3. Suka bermusyawarah dalam segala urusan.
  4. Tidak sombong' dengki dan segala urusan.
  5. Mendahulukan kepentingan masyarakat daripada kepentingan pribadi.
  6. Suka menerima kebenaran dari siap-siapa saja.
  7. Sesuai perkataan dengan perbuatanya.
  8. Sederhana, tidak suka mewah dan berlebih-lebihan dalam makan minum berpakaian dan perkakas rumah tangga, dan berlaku sebagaimana rakyat biasa saja.
  9. Sangat benci kepada yang batil dan sangat berani membela yang hak. 


e. Umar bin Khathab Penyelamat Tauhidnya Ummat

Ketika pasukan Islam di front Romawi Timur membutuhkan tambahan bantuan menghadapi tentara Romawi yang sangat canggih persenjataannya, maka khalifah Abubakar memanggil Khalid agar pulang meninggalkan kursi dan pergi memperkuat front menghadapi Romawi ini. Khalid kemudian mengambil kebijakan, sesudah disetujui Abubakar, langsung saja menuju ke Barat ke arah Jerusalam tanpa pulang dahulu ke Madinah. Untuk itu Khalid harus menaklukkan negeri-negeri yang terletak antara Parsi dan Romawi Timur itu.
Negeri-negeri ini ternyata dapat ditaklukkan Khalid satu per satu dalam waktu relatif singkat. Maka nama Khalid bin Walid sebagai penakluk yang gagah perkasa dan pahlawan yang tak terkalahkan menjadi tersiar ke mana- mana. Anak-anak muda di Madinah pun mulai menyanyikan sya'ir-sya'ir yang memuji-muji kepahlawanan dan kegagahan panglima Khalid ini. Sementara itu khalifah Abubakar wafat dan digantikan oleh Umar bin Khathab.
Sesampainya Khalid di front Romawi, maka ia mengusulkan agar diadakan rapat pimpinan mengatur strategy menaklukkan tentara Romawi Timur yang canggih itu.
Ketika Khalid sedang memimpin rapat strategy ini sampailah utusan dari Madinah membawakan surat dari khalifah 'Umar, yang ditujukan kepada panglima Khalid. Surat itu dibaca Khalid, kemudian dilipat dan dimasukkannya ke dalam kantongnya dan ia meneruskan rapat penting itu. Ternyata surat itu berisi pemberhentian Khalid sebagai panglima dan perintah agar menyerahkan pimpinan kepada bawahannya. Khalid tidak membacakan surat itu kepada hadlirin ketika itu, demi menjaga agar mereka jangan sampai resah. Seusai memimpin rapat itu, besoknya Khalid masih memimpin penyerangan perdana terhadap front Romawi ini. Ketika dilihatnya panglima bawahannya sudah mampu melanjutkan perjuangan dengan strategy yang telah digariskan itu, maka pimpinan diserahkannya, dan ia pun langsung pulang ke Madinah menemui khalifah Umar.
Sesampainya Khalid di Madinah, maka ia langsung menemui khalifah 'Umar dan menanyakan apa gerangan alasan maka ia diberhentikan tiba-tiba. Apakah karena kekurang fahamannya tentang urusan keuangan?
"Aku harus mengakui kekuranganku dalam mengurus buku keuangan ini, namun aku bersumpah dengan nama Allah, bahwa aku tak pernah mengambil satu sen pun dari dana yang disediakan oleh negara, bahkan uang pribadiku banyak yang kusumbangkan untuk perjuangan ini," katanya kepada 'Umar.
"Aku yakin sungguh akan kejujuran dan keikhlasanmu, wahai saudaraku, sehingga aku tidak pernah merasa curiga akan manajemen dana perjuangan ini, walaupun aku yakin, bahwa sebagai panglima engkau tetap merupakan penanggung jawab terakhir terhadap manajemen dana ini."
"Lantas, mengapa sampai aku dipecat tanpa alasan yang tepat?" Tukas Khalid dengan suara yang agak tajam.
'Umar menatap muka Khalid dan berkata: "Aku sekadar melakukan tugasku menyelamatkan tawhidnya ummat. Engkau adalah panglima yang gagah perkasa, dan RasuluLlah SAW sendiri yang telah mengangkatmu memegang jabatanmu itu. Sejak itu engkau belum pernah terkalahkan di setiap medan pertempuran, sehingga rakyat sudah mulai menyanyikan lagu-lagu yang memuji dan memuja namamu di samping memuji Allah SWT. Aku takut hal ini akan berkembang menjadi keyakinan seolah-olah Engkaulah satu-satunya yang sanggup memenangkan seluruh perjuangan ini dengan atau tanpa syafa'at Allah SWT. Bukankah dengan demikian mereka menjadi musyrikin? Maka aku ingin buktikan kepada mereka, bahwa 'Umar, hamba Allah yang lemah dan hina ini, telah sanggup menjatuhkan engkau panglima yang gagah perkasa. Dengan demikian kuharap mereka kembali memuji dan memuja hanya Allah SWT."
Mendengar keterangan 'Umar yang tegas menegakkan tawhid itu Khalid menerima kebijakan khalifah yang 'arif itu dengan ikhlash. Maka besoknya ia kembali ke medan perang membantu rekan-rekannya yang sedang mati-matian di front Romawi Timur. Khalid maju di bawah pimpinan bekas bawahannya sebagai prajurit biasa. Ketika ditanyakan orang kepadanya mengapa ia terus juga berjuang sesudah dipecat oleh 'Umar sebagai panglima, maka Khalid menjawab tegas: "Aku berjuang bukan karena 'Umar, aku berjuang semata karena Allah SWT." Inilah contoh-contoh pribadi tawhid yang tulen.

f. Umar bin Khathab menikahi Ummu Kultsum binti Ali bin Abi Thalib

Beliau adalah Ummu Kultsum binti Ali bin Abi Thalib, orang yang pertama kali masuk Islam dari golongan anak, memiliki kedudukan yang tinggi dan posisi yang luhur di sisi Rasulullah. Beliau juga putri khalifah Rasyidin yang keempat. Kakeknya adalah penghulu anak Adam. Ibu beliau adalah ratu wanita ahli jannah, Fathimah binti Rasulullah, sedangkan kedua saudaranya adalah pemimpin pemuda ahli jannah dan penghibur hati Rasulullah.
Dalam lingkungan yang mulia seperti inilah pada zaman Rasulullah Ummu Kultsum dilahirkan, tumbuh berkembang dan terdidik. Beliau adalah teladan bagi para gadis muslimah yang tumbuh di atas dien, keutamaan dan rasa malu.
Amirul Mukminin Umar bin Khathab al-Faruq , Khalifah Rasyidin yang kedua mendatangi ayahnya untuk meminang beliau. Akan tetapi, mulanya Imam Ali bin Abi Thalib meminta ditunda, karena Ummu Kultsum masih kecil. Umar berkata: "Nikahkanlah aku dengannya wahai Abu Hasan, karena aku telah memperhatikan kemuliannya, yang tidak aku dapatkan pada orang lain." Maka Ali meridhainya dan menikahkan Umar dengan putrinya pada bulan Dzulqa'dah tahun 17 Hijriyah, dan hidup bersama hingga terbunuhnya Umar. Dari pernikahannya mendapatkan dua anak, yaitu Zaid bin Umar al-Akbar dan Ruqayyah binti Umar.

g. Kenangan tak terlupakan Ummu Kultsum bersama Amirul Mukminin

Yang mengesankan pada Ummu Kultsum, istri dari Amirul Mukminin, bahwa suatu ketika Umar keluar pada malam hari seperti biasanya untuk mengawasi rakyatnya (inilah keadaan setiap pemimpin yang bertanggung jawab terhadap yang dipimpinnya dalam naungan daulah Islamiyah ). Beliau melewati suatu desa di Madinah, tiba-tiba beliau mendengar suara rintihan wanita yang bersumber dari sebuah gubug, di depan pintu ada seorang laki-laki yang sedang duduk. Umar mengucapkan salam kepadanya dan bertanya kepadanya tentang apa yang terjadi. Laki-laki tersebut berkata bahwa dia adalah seorang Badui yang ingin mendapatkan kemurahan hati Amirul Mukminin. Umar bertanya tentang wanita di dalam gubug yang beliau dengar rintihannya. Laki-laki tersebut tidak mengetahui bahwa yang berbicara dengannya adalah Amirul Mukminin, maka dia menjawab, "Pergilah anda dan semoga Allah merahmati anda sehingga mendapatkan yang anda cari, dan janganlah anda bertanya tentang sesuatu yang tak ada gunanya bagi anda."
Umar kembali mengulang-ulang pertanyaannya agar dia dapat membantu kesulitannya jika mungkin. Laki-laki tersebut menjawab, "Dia adalah istriku yang hendak melahirkan dan tak ada seorang pun yang dapat membantunya." Umar bertolak meninggalkan laki-laki tersebut dan kembali ke rumah dengan segera. Beliau masuk menemui istrinya, yakni Ummu Kaltsum dan berkata," Apakah kamu ingin mendapat pahala yang Allah akan limpahkan kepadamu?" Beliau menjawab dengan keadan yang penuh antusias dan berbahagia dengan kabar gembira tersebut yang mana beliau merasa mendapatkan kehormatan karenanya, "Apa wujud kebaikan dan pahala tersebut Wahai Umar?" Maka Umar memberitahukan kejadian yang baru mereka temui, kemudian Ummu Kultsum segera bangkit dan dan mengambil peralatan untuk melahirkan dan kebutuhan bagi bayi, sedangkan Amirul Mukminin membawa kuali yang di dalamnya ada mentega dan makanan. Beliau berangkat bersama istrinya hingga sampai ke gubug tersebut.
Ummu Kultsum masuk ke dalam gubug dan membantu ibu yang hendak melahirkan dan beliau bekerja dengan semangat seorang bidan. Sementara itu, Amirul Mukminin duduk-duduk bersama laki-laki tersebut di luar sambil memasak yang beliau bawa. Tatkala istri laki-laki tersebut melahirkan anaknya, Ummu Kultsum secara spontan berteriak dari dalam rumah, "Beritakan kabar gembira kepada temanmu wahai Amirul Mukminin, bahwa Allah telah mengaruniakan kepadanya seorang anak laki-laki. Hal itu membuat orang badui tersebut terperanjat. Karena ternyata orang di sampingnya yang sedang memasak dan meniup api adalah Amirul Mukminin.
Begitu pula wanita yang melahirkan tersebut terperanjat, karena yang menjadi bidan baginya di gubug tersebut ternyata adalah istri dari Amirul Mukminin. Takjub pula orang-orang yang hadir menyaksikan realita yang berada dalam naungan Islam tersebut ketika seorang kepala negara dan istrinya membantu seorang laki-laki dan istrinya dari Badui.

h. Awal masa janda Ummu Kultsum

Setelah berselang beberapa waktu lamanya, tangan yang berdosa dan dengki dengan Islam membunuh Umar bin Khatthab, sehingga Ummu Kultsum menjadi seorang janda.
Tatkala Ummu Kultsum wafat, Ibnu Umar menyalatkannya dan begitu pula putranya, Zaid, yang berdiri di sampingnya dan mereka berdua takbir empat kali.(Nisa' Haular Rasuuli, Mahmud Mahdi al-Istanbuli & Musthafa Abu an- Nashr as-Syalabi)

i. Wafatnya Umar bin Khatab.

Umar wafat akibat usaha pembunuhan yang dilakukan oleh Abu Lu'luah. Beliau ditikam dengan pisau beracun bermata dua, ketika sedang mengimami shalat Shubuh. Beliau wafat pada tahun ke-24 H, dalam usia enam puluh tiga tahun. Beliau memangku jabatan khalifah selama sepuluh tahun enam bulan. Jenazah beliau dishalati di Masjid Nabawi Madinah, dan dimakamkan di samping makam Rasulullah SAW, dan Abu Bakar Ash-Shiddik ra.

BIOGRAFI ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ Rhadliyallahu 'Anhu

Rabu, 20 April 2011

0 komentar
Silsilah Keturunannya
Dia adalah Abdullah bin Utsman bin Amir bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib bin Fahr Al Kannani Al‘Adnani.
            Beliau biasa dipanggil dengan nama Abu Bakar. Sedangkan bapaknya biasa dipanggil dengan nama Abu Quhafah dan ibunya biasa dipanggil dengan nama Salma binti Shakhr bin Amir. Beliau digelari dengan “Ashshiddiq dan “Al ‘Atiiq.” Gelar “Al’Atiiq” ini dilekatkan kepadanya karena ketampanan wajahnya dan tidak akan tersentuh api neraka. Sedangkan gelar “Ash-Shiddiq” disandangnya dikarenakan banyak melakukan kebenaran dan merupakan orang yang pertama kali yang meyakini kebenaran Rasulullah dan ajaran Allah yang dibawa oleh beliau.
Pada masa jahiliyah beliau membenci minuman khomr, beliau tergolong orang kaya yang dengan kekayaannya banyak membantu orang – orang miskin, dekat dengan kaum quraisy dicintai dikalangan mereka.

Perjalanan Hidupnya

Jika pengungkapan sejarah perjalanan hidup ini dimaksudkan untuk menceritakan sesuatu yang dianggap berlawanan dengan sesuatu yang tercela, dimana pelakunya tidak berhak menyombongkannya, maka sejarah perjalanan hidup yang dialami oleh Abu Bakar ash-Shiddiq ini cukup panjang dan beragam, karena itulah maka kami hanya akan mengungkapkan sebagian kecil dari sejarah perjalanan hidupnya. Adapun sebagian perjalanan hidup yang dialami oleh beliau adalah sebagai berikut:
1.      Mengislamkan seluruh anggota keluarganya, dimana tidak ada seorang sahabatpun dari sahabat-sahabat Rasulullah yang mampu melakukannya. Abu Bakar masuk Islam terlebih dahulu, lalu mengislamkan bapaknya dan ibunya, lalu mengislamkan semua anak-anak lakinya, yaitu, Abdullah, Abdurrahman, Muhammad dan anak-anak perempuannya, yaitu, Asma’dzatu An-Nithaqaini (pemilik dua kepang), Aisyah Ummul mukminin dan Ummi Habibah, lalu beliau mengislamkan seluruh isteri-isterinya, yaitu: Ummi Ruman ibu kandungnya Abdurrahman dan Aisyah, Asma’ binti Umais ibu kandung Muhammad, dan Habibah binti Khadijah ibu kandungnya Ummi Kultsum. Semoga rahmat Allah senantiasa tercurah kepada mereka.
2.      Al Bukhari telah meriwayatkan bahwa Nabi telah bersabda, “Sesungguhnya orang yang paling aku percayai dalam segi kesahabatan dan hartanya adalah Abu Bakar, dan seandainya aku diperintahkan untuk mengambil kekasih selain Tuhanku niscaya aku akan memilih Abu Bakar, bahkan persaudaraan dan kasih sayangnya dalam Islam, sehingga tidak ada pintu kasih sayang yang tersisa dalam masjid selain pintu Abu Bakar .”
3.      Abu Bakar turut serta dalam seluruh peperangan yang dilakukan oleh Rasulullah, sehingga tidak ada satu peperangan pun yang dilakukan oleh Rasulullah yang tidak diikutinya. Beliau turut serta dalam perang Badar, Uhud, Khandak, Khaibar, Futhu Makkah (pembebasan kota Makkah Hunain, Tabuk dan peperangan lainnya baik yang besar maupun yang kecil, dimana tidak ada seorang sahabat pun yang mengikuti seluruh peperangan yang dilakukan oleh Rasulullah selengkap yang diikuti oleh Abu Bakar. Dalam peristiwa perang Uhud beliau tetap bertahan bersama Rasulullah di medan perang, dan pada waktu perang Tabuk Rasulullah menyerahkan bendera yang besar. Selain itu beliau menemani Rasulullah dalam melakukan hijrah dan memasuki gua Tsur. Sebagaimana hal ini ditegaskan oleh Allah dalam firman-Nya, “Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya, “Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita.” Qs. At-Taubah: 40)

Keutamaannya

Jika yang dimaksud dengan keutamaan disini adalah kebalikan dari kehinaan, maka keutamaan yang dimiliki oleh Abu Bakar ini sangat banyak, tetapi kami hanya akan mengemukakan sebagiannya saja. Adapun keutamaan yang dimiliki oleh Abu Bakar itu antara lain adalah:
1.   Beliau belum pernah minum-minuman yang memabukkan baik pada masa Jahiliyah maupun pada masa Islam.
2.   Beliau khalifah yang pertama kali mengumpulkan tulisan Al Qur’an.
3.   Beliau termasuk sahabat Rasulullah yang pertama beriman, mengerjakan shalat dan menjadi khalifah.
4.   Beliau termasuk orang yang paling utama dari kalangan umat ini setelah Nabi Muhammad.
5.   Beliau telah mengislamkan sebanyak 15 (lima belas) orang sahabat yang dijanjikan masuk surga, yaitu: Utsman bin Afan, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awam, Sa’ad bin Abi Waqash dan Abdurrahman bin Auf.

Kesempurnaan jiwa dan akhlaknya
Di bawah ini akan kami kemukakan sebagian kesempurnaan yang dimiliki oleh Abu Bakar yang berkaitan dengan jiwa maupun perilakunya.

Tawadhu’ (Rendah hati)
Dalam mengungkap sifat tawadhu’ Abu Bakar cukup kiranya kami mengemukakan keterangan berikut yang kami anggap dapat mewakili dalam  menjelaskan ketawadhuan beliau. Para ulama telah menceritakan bahwa Abu Bakar selalu memerah susu kambing penduduk desanya, sehingga ketika beliau dibaiat menjadi khalifah, maka salah seorang hamba sahaya berkata, “Sekarang, tidak akan ada lagi orang yang memerahkan kita susu kambing di daerah ini,” yang dimaksud adalah Abu Bakar. Beliau mendengar perkataan yang diucapkan oleh hamba sahaya itu, kemudian berkata kepadanya, “Tentu, aku akan tetap memerah susu kambing untuk kalian, dan aku berharap perilaku yang biasa aku lakukan sebelumnya tidak berubah karena menjadi khalifah.” Sehingga ketika beliau sudah menjadi khalifah beliau tetap memperhatikan dan menolong mereka seperti yang beliau lakukan sebelumnya.

Ketakwaannya

Tidak perlu diragukan lagi bahwa Abu Bakar ini merupakan salah seorang dari kalangan umat ini yang paling bertakwa, paling baik dan paling shaleh setelah Nabi Muhammad Sebagaimana firman Allah, “Dan kelak akan dijauhkan orang yang paling  bertakwa dari neraka itu, yang menafkahkan hartanya (dijalan Allah) untuk membersihkannya.” (Qs. Al-Lail: 17-18). Mayoritas ahli tafsir berpendapat bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Abu Bakar Ash-Shiddiq beliaulah yang dimaksud dengan pengertian ayat tersebut. Namun demikian lafazhnya dapat diberlakukan kepada orang yang memiliki sifat sebagaimana yang disebutkan dalam ayat tersebut. Di antara bukti lain yang menunjukkan keagungan ketakwaan Abu Bakar Ash-Shiddiq sebagaimana yang diriwayatkan darinya, dimana beliau berkata, “Inilah riwayat-riwayat yang bersumber dariku:
Beliau telah meriwayatkan, seraya berkata, “Ingin rasanya aku menjadi sehelai rambut yang menempel pada badan seorang hamba yang beriman.” Beliaupun pernah mengatakan, “Ingin rasanya aku menjadi sebuah pohon yang dipetik buahnya lalu dimakan.”
Selain itu bukti terbesar yang menunjukkan ketakwaan Abu Bakar sebagaimana yang terungkap dalam kitab “Shahihaini” bahwa Abu Bakar Ash-Shiddiq memiliki seorang budak, dimana pada suatu hari budaknya itu datang kepada beliau sambil membawa makanan. Karena beliau merasa lapar, maka beliau memakannya sebelum menanyakan dari mana makanan itu. Setelah selesai, maka beliau bertanya kepada budaknya, seraya berkata, “Dari mana kamu mendapatkan makanan ini?” lalu dia menjawab, “Pada masa jahiliyah aku bertemu dengan suatu kaum, lalu aku memakaikan azimat (mantera) kepada mereka, dan mereka menjanjikan sesuatu kepadaku. Ketika aku bertemu dengan mereka, maka aku menagihnya dan mereka memberiku sesuatu.” Kemudian Abu Bakar berkata, “Ach, hampir saja dirimu mencelakakanku.” Selanjutnya beliau memasukkan tangannya ke dalam mulutnya supaya beliau dapat memuntahkannya, tetapi karena makanan itu tidak keluar semuanya, maka beliau minum air dan memuntahkannya sehingga semua makanan dapat dikeluarkan semuanya. Demikianlah ketakwaan yang ditunjukkan oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq.
Pembahasan seputar ketakwaan Abu Bakar ini akan kami tutup dengan kesaksian Ali bin Abu Thalib dimana Abu Sarihah yakni Hudzaifah bin Usaid berkata, “Aku mendengar Ali berkata, “Ingatlah, sesungguhnya Abu Bakar itu orang yang bersih hatinya.”

Kredibilitas Keilmuannya

Tidak ada seorang ulama pun yang meragukan kredibilitas keilmuan Abu Bakar Ash-Shiddiq, sehingga dia digolongkan sebagai sahabat Rasulullah yang paling alim. Bagaimana tidak, sementara dia tidak pernah berpisah dari Rasulullah semenjak beliau diangkat oleh Allah sebagai rasul sampai Allah memanggil beliau ke haribaan-Nya (wafat). Di bawah ini akan kami kemukakan beberapa contoh yang menggambarkan sisi keilmuan Abu Bakar Ash-Shiddiq.
1.   Para perawi telah meriwayatkan bahwa Abu Bakar-Ash-Shiddiq adalah orang yang pertama hafal Al Qur’an. Sebagai buktinya bahwa Rasulullah telah menunjuknya sebagai pengganti beliau dalam mengimami shalat, dan hal itu terjadi bukan hanya sekali. Dimana Rasulullah bersabda, “Orang yang harus mengimami (shalat) suatu kaum hendaknya orang yang paling fasih dalam membaca kitab Allah (Al Qur’an).”
2.   Menjelang akhir hayatnya Rasulullah berpidato, seraya bersabda, “Sesungguhnya Allah telah memberikan pilihan kepada seorang hamba antara dunia dan apa yang ada di sisi-Nya, lalu hamba tersebut memilih apa yang ada di sisi-Nya.” Mendengar hal itu Abu Bakar Ash-Shiddiq menangis, sehingga kami merasa heran. Ketika ditanya, maka dia menjawab, “Sesungguhnya Rasulullah telah mengabarkan tentang seorang hamba yang disuruh memilih, dimana hamba yang disuruh memilih itu tiada lain adalah Rasulullah. Bertitik tolak dari keterangan tersebut, maka jelaslah bahwa Abu Bakar merupakan orang yang paling pintar di antara kita.
3.   Seseorang yang diminta fatwanya di hadapan Rasulullah menunjukkan bahwa orang tersebut dikatagorikan sebagai orang yang paling pintar dari kalangan umat ini setelah Rasulullah, dan Abu Bakar termasuk orang tersebut. Ibnu Umar ditanya tentang siapa saja orang yang diminta fatwanya di hadapan Rasulullah, maka dia menjawab, "Abu Bakar dan Umar, karena tidak ada orang yang lebih pintar selain keduanya.” Bukhari telah meriwayatkan sebuah hadits kepada kita yang di dalamnya menjelaskan fatwa Abu Bakar yang disampaikan di hadapan Rasulullah, dan beliau menetapkan dan membenarkannya. Bukhari berkata, “Telah diriwayatkan dari Abu Qatadah, dia berkata, “Pada waktu perang Hunain kami pergi bersama Rasulullah dan ketika kami sampai maka kami menyaksikan pasukan besar kaum muslimin, lalu aku melihat seseorang dari kalangan musyrikin yang mengalahkan seseorang dari kalangan kaum muslimin. Kemudian aku menghampirinya seraya aku berjalan berputar mengelilinginya sehingga aku berada tepat di belakangnya, lalu aku mengayunkan pedang ke arah urat lehernya. Kemudian dia merubah posisinya sehingga menghadap ke arahku, lalu dia menyerangku, tetapi aku mencium bau kematian dan akhirnya diapun mati tersungkur. Setelah itu aku pergi dan bertemu dengan Umar bin Khatab, seraya berkata, “Bagaimana keadaan orang-orang?” lalu dia menjawab, “Urusan Allah.” Kemudian orang-orang kembali berkumpul, sementara Nabi duduk, seraya bersabda, “Barang siapa yang berhasil membunuh dan dapat membuktikannya, maka baginya berhak mendapatkan harta rampasan.” Kemudian aku berdiri, seraya berkata, “Siapa yang akan bersaksi untukku?” lalu aku duduk kembali. Kemudian Nabi mengulangi sabdanya, “Barang siapa yang berhasil membunuh dan dapat membuktikannya, maka baginya berhak mendapatkan harta rampasan.” Kemudian aku berdiri, seraya berkata, “Siapa yang akan bersaksi untukku?” lalu aku duduk kembali. Kemudian Nabi mengulangi sabdanya yang sama untuk yang ketiga kalinya. Kemudian seseorang berkata, “Benar, Ya Rasulullah, dan harta rampasannya ada padaku.” Setelah itu dia menyerahkan harta rampasan itu kepadaku. Maka Abu Bakar Ash-Shiddiq berkata, “Demi Allah, tidak bisa begitu, karena tidak bisa seorang singa Allah mengukuhkan pengakuan seorang singa Allah lainnya, tetapi siapa saja yang berperang karena Allah dan Rasul-Nya, maka engkau berhak memberinya harta rampasan. Kemudian Rasulullah bersabda, “Kamu benar” Setelah itu beliau memberikan harta rampasan itu kepada Abu Qatadah.
Abu Qatadah berkata, “Kemudian Rasulullah menyerahkan sebuah perisai yang kemudian aku jual dan hasil penjualannya aku belikan sebuah kebun kurma yang terletak di perkampungan Bani Salmah sebagai harta yang pertama kali aku peroleh dari hasil peperangan dalam Islam.
4.   Bukhari telah meriwayatkan dari Muhammad bin jabir bin Muth’im dari bapaknya, dia berkata, “Seorang wanita telah datang kepada Rasulullah, lalu beliau menyuruhnya untuk datang lagi kepada beliau pada kesempatan yang lain. Maka dia berkata, “Bagaimana menurut pendapatmu seandainya aku datang, dan aku tidak menemukanmu?” Ayah Jabir berkata, “Seakan-akan wanita itu akan mati.” Kemudian Rasulullah berkata, “Jika kamu tidak menemukan aku, maka datanglah kamu kepada Abu Bakar.” Hadits ini kalaupun menunjukkan sisi kekhilafahan, kemuliaan dan kejujuran Abu Bakar, tetapi tidak dipungkiri bahwa hadist tersebut juga menunjukkan sisi Keilmuan Abu Bakar. Rasulullah telah menyerahkan urusan yang berhubungan dengan dirinya kepada Abu Bakar dan menjadikannya sebagai wakil beliau dalam menjawab segala pertanyaan yang akan diajukan oleh wanita tadi, karena dia dianggap sangat dekat dari segi keilmuannya dengan beliau.
Pembahasan seputar keilmuan Abu Bakar Ash-Shiddiq ini akan kami tutup dengan kesaksian yang diberikan oleh Umar yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam pembahasan kisah kekhilafahan Abu Bakar. Pada waktu itu aku (Umar) mengetahui sebagian tanda kemarahan yang ditunjukkan olehnya (Abu bakar), tetapi beliau lebih sabar dariku dalam menyikapinya.
Kemudian Abu Bakar berkata, “Bersabarlah, dan jangan tergesa-gesa, karena aku merasa benci untuk memarahinya.” Demi Allah, beliau tidak pernah meninggalkan ucapan yang mengagumkanku dalam meluruskanku kecuali beliau mengatakannya secara spontanitas dan panjang lebar sehingga aku terdiam. Kemudian beliau berkata, “jika kamu diingatkan suatu kebaikan, maka kamulah pemiliknya (harus menerimanya).”
Pada waktu itu tidak pada seorang Arab pun yang mengetahui urusan ini kecuali kalangan Quraisy yang menjadi kelas menengah masyarakat Arab dari segi keturunannya, dan aku menyetujui bagi kalian salah satu di antara dua orang ini yang mana saja kamu inginkan.” Yakni Umar dan Abu Ubaidah bin Jarrah.
Kesabarannya

Sabar termasuk perilaku dan akhlak yang sangat dicintai oleh Allah, dan sabar merupakan salah satu sifat yang menunjukkan kesempurnaan seseorang. Allah telah menyifati dan menyanjung Nabi-Nya Ibrahim karena kesabarannya. Sebagaimana hal ini terungkap dalam firman-Nya, “Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.” (Qs. At-Taubah: 114) Demikian juga Allah telah menyifati Ismail dengan sifat tersebut, sebagaimana tertera dalam firman-Nya, “Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar.” (Qs. Ash-Shaffaat: 101). Abu Bakar termasuk orang yang memiliki watak penyabar, disamping dia juga sebagai orang yang kaya dengan ilmu pengetahuan. Kesabaran Abu Bakar nampak sekali pada hadits berikut: Bukari telah meriwayatkan hadits ini dalam bab “Beberapa keutamaan Abu Bakar dari Abu Darda, dia berkata, “Pada suatu hari aku duduk bersama Rasulullah, lalu Abu Bakar datang sambil mengangkat ujung baju (gamis)-nya sehingga terlihat kedua lututnya. Kemudian Rasulullah bersabda, “Temanmu itu sungguh sangat mulia (dermawan).” Setibanya di hadapan Rasulullah, seraya dia mengucapkan salam, lalu berkata, “Sesungguhnya antara aku dan Ibnu Khathab (Umar) telah terjadi sesuatu, dan aku cepat-cepat meminta maaf kepadanya dan menyesalinya, tetapi dia menolaknva dan tidak mau memaafkanku. Karena itulah maka aku datang menghadapmu, lalu Rasulullah bersabda, “Wahai Abu Bakar, sungguh Allah telah memaafkanmu” dan beliau mengucapkan sebanyak tiga kali. Setelah itu Umar merasa menyesal, kemudian dia datang ke rumah Abu Bakar, seraya berkata, “Apakah ada Abu Bakar?” mereka (keluarga Abu Bakar) menjawab, “Tidak ada.” Kemudian dia datang ke rumah Rasulullah, dan ketika itu muka beliau berubah karena marah sehingga Abu Bakar tertunduk, seraya keduanya menatap kedua lutut Umar. Kemudian Abu Bakar berkata, “Wahai Rasulullah, Demi Allah aku telah berbuat zhalim (aniaya)” lalu Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mengutusku kepadamu, tetapi kalian mengatakan bahwa aku telah berdusta.” Selanjutnya beliau bersabda, “Abu Bakarlah yang waktu itu membenarkanku dan menolongku dengah jiwa dan hartanya, maka apakah kalian akan meninggalkan seorang yang telah menemaniku ?” Beliau mengucapkannya sebanyak dua kali.
Dari hadits tersebut di atas nampak sekali kesabaran Abu Bakar, dimana ada tiga point yang perlu digaris bawahi, yaitu:
1.   Penyesalannya atas perbuatan yang dilakukannya.
2.   Permintaan maafnya kepada Umar atas perbuatan yang telah dilakukannya.
3.   Sumpahnya yang mengakui kezhaliman yang telah diperbuatnya.
Penyesalan adalah pengakuan atas kezhaliman (kesalahan) dengan cara meredam kemarahan dan meminta maaf dari orang yang dizhaliminya. Inilah sikap sabar yang diperlihatkan oleh Abu Bakar.

Keberaniannya

Keberanian ada dua, yaitu keberanian (keteguhan) hati dan akal pikiran. Yang dimaksud dengan keberanian akal pikiran adalah keberanian untuk menyatakan dan menjelaskan kebenaran dan menghadapi para penentangnya dengan menjelaskan kekeliruan dan kesalahan pendapat dan pikiran yang dikemukakan oleh mereka serta menyadarkan kembali akal pikiran mereka. Di bawah ini akan kami kemukakan dua hadits yang menjelaskan puncak keberanian akal pikiran yang diperlihatkan oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq. Adapun kedua hadits tersebut adalah sebagai berikut.
Ibnu ‘Asakir telah meriwayatkan dari Ali bahwa ketika Abu Bakar masuk Islam, maka beliau menyatakan keislamannya dan berdoa kepada Allah dan Rasul-Nya. Demikian juga telah diriwayatkan dari Aisyah, seraya dia berkata,” Ketika para sahabat Nabi dikumpulkan, dimana jumlah mereka mencapai 88 (delapan puluh delapan) orang, maka Abu Bakar mendesak Rasulullah untuk menampakkan dakwahnya secara terang-terangan. Kemudian Rasulullah bersabda, “Wahai Abu Bakar, kelompok kita ini masih kecil.” Akan tetapi Abu Bakar terus-menerus mendesaknya sehingga akhirnya Rasulullah menampakkan dakwahnya secara terang-terangan dan menyebarkan kaum muslimin untuk membangun masjid dimana setiap sepuluh orang dipimpin oleh satu orang. kemudian Abu Bakar berdiri dihadapan orang – orang seraya menyampaikan pidatonya, sehingga dialah orang yang pertama berpidato yang menyeru manusia kepada jalam Alloh dan  Rosulnya.

Wafatnya

Abu Bakar wafat sekitar waktu magrib dan Isya, dan istri beliu yang bernama Asma binti Umais memandikannya.kemudian Umar mensholatinya dimana jenazah beliau diletakan antara kuburan dan mimbar Rosululloh.kemudian kedalam kuburannya turun putra beliau abdurrohman, Utsman dan Tholhah bin Ubaidilah.Beliau dimakamkan disamping makam Rosululloh, sesuai wasiatnya.Abu bakar wafat pada malam selasa bulan jumadil akhir th 13 H. pada usia 63 tahun. Semuga Alloh meridoinya dan beliupun ridho kepadaNya.
 Referensi::
*      Abu bakar Al jazairi , Ilmu dan Ulama , pustaka azzam, cet 1/ 2001 hal  163
*      2.Al khulafa Ar Rosyidun, Adul wahab An Najar, dar Al fikr, hal 34
*      3.Syamsudin Muhammad  Bin Ahmad Bin Utsman Ad Dzahabi, Siyarul A' Lam.    Annubala, Dar Al Fikr, juz 2, cet 1/ 1997.
*      4.Dr. Muhammad Said Ramdhan Al Buty, Fiqhus Siroh, .Robbani Pres, Jakarta /1999
*      5.Sofiyur Rohman Al mubarok fury, Ar Rokhikul maktum, Dar Al fikr, cet 1/2003




Pintu-Pintu Masuknya Syetan

Kamis, 14 April 2011

0 komentar
Imam Ibnul Qayyim menyebutkan empat macam pintu masuknya syetan untuk menjerumuskan manusia. Empat pintu tersebut adalah; lahazhat (pandangan mata), khatharat (angan-angan), lafzhat (ucapan lisan), dan khuthuwat (langkah kaki). Beliau rahimahullah telah menjelaskan betapa bahayanya jika kita meremeh kan dan tidak waspada terhadap empat hal ini. Selain itu, beliau juga menjelaskan bagaimana cara untuk menjaga diri darinya agar seseorang selamat dari tipu daya dan gangguan syetan.

Di antaranya beliau mengatakan, "Karena sumber kemaksiatan itu dimulai dari pandangan, maka Allah subhanahu wata’ala mendahulukan perintah menundukkan pandangan daripada perintah menjaga kemaluan. Karena berbagai kejadian buruk itu dimulai dari padangan, sebagaimana api yang besar berasal dari percikan yang kecil. Maka dimulai dari pandangan, lalu menjadi angan-angan, lalu langkah kaki dan terakhir melakukan dosa. Berikut ini penjelasan ringkas tentang empat hal di atas, semoga bermanfaat.

Lahazhat (Pandangan Mata)

Yang dimaksudkan lahazhat adalah mengikuti hawa nafsu dan memberi kebebasan kepadanya. Padahal menjaganya adalah pangkal terjaganya kemaluan. Maka siapa yang dengan bebas melemparkan pandangan dan mengikuti hawa nafsunya, berarti dia telah menjerumuskan dirinya dalam kehancuran.

Oleh karena itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassallam telah mengingatkan kita, sebagaimana sabdanya,
"Janganlah engkau ikuti padangan dengan padangan berikutnya, karena untukmu adalah padangan yang pertama, sedangkan selanjutnya bukan untukmu." (HR. Ahmad)
Beliau juga melarang duduk-duduk di pinggir jalan. Maka para shahabat bertanya, "Bagaimana jika kondisi mengharuskan untuk itu (duduk di pinggir jalan)?” Maka beliau menjawab, "Jika engkau memang harus melakukan itu, maka berikanlah hak jalan." Para shahabat bertanya, "Apakah hak jalan itu?” Beliau menjawab, "Menahan pandangan, tidak mengganggu orang dan menjawab salam." (Muttafaq 'alaih)

Pandangan adalah sumber berbagai bencana yang banyak menimpa manusia, karena pandangan akan melahirkan angan-angan, lalu angan-angan melahirkan pemikiran, pemikiran melahirkan syahwat, dan syahwat memunculkan keinginan, lalu keinginan itu makin menguat hingga menjadi azam (tekad), akhirnya terjadilah perbuatan, jika tidak ada yang menghalangi. Maka dikatakan bahwa bersabar untuk menahan pandangan lebih ringan dibanding bersabar menahan derita setelahnya.

Pandangan seperti anak panah yang meluncur terus dan tidak akan sampai pada sasaran sebelum orang yang memandang menyediakan tempat untuknya di dalam hati. Kemudian setelah itu pandangan tersebut menggoreskan luka dalam hati, lalu disusul lagi dengan luka yang lain sebagai tambahan atas luka yang sebelumnya. Akhirnya pedihnya luka pun tak dapat terhindarkan lagi karena pandangan yang terulang terus menerus tiada henti.

Khatharat (Angan-angan)

Angan-angan urusannya lebih sulit lagi, karena ia merupakan awal terjadinya kebaikan atau keburukan. Dari angan-angan lahir keinginan dan kemauan serta azam (tekad). Maka siapa yang memelihara angan-angannya berarti dia telah memegang kendali dirinya, telah menundukkan hawa nafsunya. Dan siapa yang dikalahkan oleh angan-angannya maka hawa nafsu akan mengendalikannya. Siapa yang meremehkan angan-angan, maka angan-angannya akan menggiring nya menuju kehancuran.

Angan-angan seseorang berkisar pada empat hal pokok, yaitu; Pertama, angan-angan yang memberikan manfaat keduniaan; Ke dua, angan-angan yang mendatangkan madharat keduniaan; Ke tiga, angan-angan yang memberikan maslahat akhirat; Ke empat, angan-angan yang mendatang kan madharat akhirat.

Maka hendaknya seseorang selalu melihat kepada apa yang dia angankan, dia pikirkan, dan dia inginkan lalu menimbangnya dengan empat hal di atas. Lalu memilih yang terbaik, mendahulukan mana yang terpenting, mengakhirkan yang kurang penting.

Khayalan dan angan-angan kosong adalah sesuatu yang berbahaya bagi manusia, karena ia hanya akan melahirkan rasa lemah, malas, dan akhirnya sikap meremehkan dan tidak perhatian terhadap waktu lalu berujung pada kerugian dan penyesalan.

Maka seorang yang berakal, angan-angannya berkisar pada hal-hal yang baik, penting dan perlu. Dan untuk itulah syariat datang. Karena kebaikan dunia dan akhirat tidak akan dicapai kecuali dengan mengikuti syariat itu. Pikiran dan angan-angan yang paling mulia adalah segala yang ditujukan untuk Allah subhanahu wata’ala dan negri akhirat, di antara contohnya adalah:
  • Memikirkan ayat-ayat Allah subhanahu wata’ala dan berusaha memahaminya, sebab Allah subhanahu wata’ala menurunkan al-Qur'an bukan hanya sekedar untuk dibaca.
     
  • Memikirkan ayat-ayat yang dapat kita saksikan (ayat kauniyah) dan mengambil pelajaran darinya.
     
  • Memikirkan pemberian Allah subhanahu wata’ala, kebaikan dan nikmat-nikmat-Nya yang beraneka ragam kepada segenap makhluk, keluasan rahmat Allah subhanahu wata’ala, kesantunan dan ampunan-Nya.
     
  • Memikirkan kewajiban-kewajiban kita terhadap waktu, tugas-tugas yang harus ditunaikan dan mendata berbagai rencana kerja. Seorang yang bijak menjadi anak dari waktunya. Jika waktu disia-siakan maka hilanglah kebaikan, karena kebaikan itu dengan memanfaatkan waktu, kalau waktu sudah lewat maka tak mungkin untuk diraih kembali.
Lafzhat (Ucapan Lisan)

Cara untuk memelihara ucapan adalah dengan menjaganya agar tidak berbicara yang sia-sia, tidak berbicara kecuali yang diharapkan memberi keuntungan dan manfaat dalam agama. Jika ingin berbicara maka hendaknya melihat, apakah ucapan itu memberi kan keuntungan dan faidah atau tidak? Jika tidak memberi keuntungan maka perlu ditinjau lagi.

Jika engkau ingin tahu apa yang ada dalam hati seseorang, maka perhatikanlah gerakan mulutnya, karena mulutnya akan memperlihatkan kepadamu apa yang ada di dalam hatinya. Yahya bin Muadz berkata, "Hati itu ibarat periuk yang sedang mendidih, sedangkan lisan ibarat gayungnya. Maka perhatikanlah seseorang ketika berbicara, karena lisannya sedang menciduk untukmu apa yang ada dalam hatinya, manis atau pahit, tawar atau asin, dan lain sebagai nya. Dan cidukan lisannya akan menje- laskan kepadamu rasa hati orang itu.”

Dalam sebuah hadits marfu' dari Anas disebutkan,
"Tidak lurus keimanan seorang hamba sebelum lurus hatinya, dan tidak lurus hati seseorang sebelum lurus lisannya." (HR. Ahmad, dan ada penguatnya)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassallam ketika ditanya tentang sesuatu yang banyak menjerumuskan manusia ke dalam neraka, maka beliau menjawab, "Mulut dan kemaluan." (HR. at-Tirmidzi dan berkata hadits hasan shahih)

Khuthuwat (Langkah Kaki)

Langkah kaki, cara menjaganya adalah dengan tidak mengangkat telapak kaki, kecuali untuk sesuatu yang diharapkan pahala dan kebaikannya. Jika sekiranya langkah kaki tidak menambah pahala, maka duduk adalah lebih baik. Dan mungkin juga melangkah kepada hal yang mubah (boleh), namun diniatkan untuk qurbah (pendekatan diri) semata-mata karena Allah subhanahu wata’ala, maka langkah kaki akan dinilai sebagai qurbah.

Dalam hal ketergelinciran langkah kaki dan lisan, maka ada ayat yang menjelaskan bahwa antara keduanya ada saling keterkaitan, sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala, artinya,
“Dan hamba-hamba yang baik dari Rabb Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.” (QS. 25:63)

Dalam ayat di atas, Allah subhanahu wata’ala menyifati ibadur Rahman di antaranya adalah istiqamah (lurus) dalam ucapan dan langkah kaki mereka. Sebagaimana juga Allah subhanahu wata’ala mengaitkan antara lahazhat (pandangan) dengan khatharat (angan-angan) dalam firman-Nya, artinya,
“Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati.” (QS. 40:19). Wallahu a’lam bish shawab. (Kholif)

Sumber: Madakhil asy-Syaithan li ighwa’ al-Insan, min kalam al-Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah dengan memotong dan meringkas, Qism Ilmi Darul Wathan.[www.alsofwah.or.id]

Dosa Tanpa Taubat Hati Akan Hitam

Sabtu, 12 Februari 2011

0 komentar
HATI adalah organ yang paling utama dalam tubuh manusia dan nikmat paling agung diberikan oleh Allah. Hati menjadi tempat Allah membuat penilaian terhadap hamba-Nya. Pada hatilah letaknya niat seseorang. Niat yang ikhlas itu akan diberi pahala oleh Allah.

Hati perlu dijaga dan dipelihara dengan baik agar tidak rosak, sakit, buta, keras dan lebih-lebih lagi tidak mati. Sekiranya berlaku pada hati keadaan seperti ini, kesannya adalah membabitkan seluruh anggota tubuh badan manusia. Maka, akan lahirlah penyakit masyarakat berpunca dari hati yang sudah rosak itu.

Justeru, hati adalah amanah yang wajib dijaga sebagaimana kita diamanahkan untuk menjaga mata, telinga, mulut, kaki, tangan dan sebagainya daripada berbuat dosa dan maksiat.

Hati yang hitam ialah hati yang menjadi gelap kerana dosa. Setiap satu dosa yang dilakukan tanpa bertaubat itu akan menyebabkan terjadinya satu titik hitam pada hati. Itu baru satu dosa. Maka bayangkanlah bagaimana pula kalau sepuluh dosa? Seratus dosa? Seribu dosa? Alangkah hitam dan kotornya hati ketika itu.

Perkara ini jelas digambarkan dalam hadis Rasulullah bermaksud: “Siapa yang melakukan satu dosa, maka akan tumbuh pada hatinya setitik hitam, sekiranya dia bertaubat akan terkikislah titik hitam itu daripada hatinya.

Jika dia tidak bertaubat, maka titik hitam itu akan terus merebak hingga seluruh hatinya menjadi hitam.” (Hadis riwayat Ibn Majah).

Hadis ini selari dengan firman Allah yang bermaksud “Sebenarnya ayat-ayat Kami tidak ada cacatnya, bahkan mata hati mereka telah diseliputi kekotoran dosa dengan sebab perbuatan kufur dan maksiat yang mereka kerjakan.” (Surah al-Muthaffifiin, ayat 14).

Hati yang kotor dan hitam akan menjadi keras. Apabila hati keras, kemanisan dan kelazatan beribadat tidak dapat dirasakan. Ia akan menjadi penghalang kepada masuknya nur iman dan ilmu. Belajar sebanyak mana pun ilmu yang bermanfaat atau ilmu yang boleh memandu kita, namun ilmu itu tidak akan masuk ke dalam hati, kalau pun kita faham, tidak ada daya dan kekuatan kita untuk mengamalkannya.

Allah berfirman yang bermaksud “Kemudian selepas itu, hati kamu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Pada hal antara batu-batu itu ada yang terpancar dan mengalir sungai daripadanya, dan ada pula antaranya yang pecah-pecah terbelah lalu keluar mata air daripadanya.

“Dan ada juga antaranya yang jatuh ke bawah kerana takut kepada Allah sedang Allah tidak sekali-kali lalai daripada apa yang kamu kerjakan.” (Surah al-Baqarah, ayat 74).

Begitulah Allah mendatangkan contoh dan menerangkan bahawa batu yang keras itu pun ada kalanya boleh mengalirkan air dan boleh terpecah kerana amat takutkan Allah.

Oleh itu, apakah hati manusia lebih keras daripada batu hingga tidak boleh menerima petunjuk dan hidayah daripada Allah.

Perkara yang paling membimbangkan ialah apabila hati mati akan berlakulah kemusnahan yang amat besar terhadap manusia.

Matinya hati adalah bencana dan malapetaka besar yang bakal menghitamkan seluruh kehidupan. Inilah natijahnya apabila kita lalai dan cuai mengubati dan membersihkan hati kita. Kegagalan kita menghidupkan hati akan dipertanggungjawabkan oleh Allah pada akhirat kelak.

Persoalannya sekarang, kenapa hati mati? Hati itu mati disebabkan perkara berikut:

Pertama: Hati mati kerana tidak berfungsi mengikut perintah Allah iaitu tidak mengambil iktibar dan pengajaran daripada didikan dan ujian Allah.

Allah berfirman bermaksud “Maka kecelakaan besarlah bagi orang yang keras membatu hatinya daripada menerima peringatan yang diberi oleh Allah. Mereka yang demikian keadaannya adalah dalam kesesatan yang nyata.” (Surah al-Zumar, ayat 22).

Kedua: Hati juga mati jika tidak diberikan makanan dan santapan rohani sewajarnya. Kalau tubuh badan boleh mati kerana tuannya tidak makan dan tidak minum, begitulah juga hati.

Apabila ia tidak diberikan santapan dan tidak diubati, ia bukan saja akan sakit dan buta, malah akan mati akhirnya.

Santapan rohani yang dimaksudkan itu ialah zikrullah dan muhasabah diri.

Oleh itu, jaga dan peliharalah hati dengan sebaik-baiknya supaya tidak menjadi kotor, hitam, keras, sakit, buta dan mati. Gilap dan bersihkannya dengan cara banyak mengingati Allah (berzikir).

Firman Allah bermaksud “Iaitu orang yang beriman dan tenteram hati mereka dengan mengingati Allah. Ketahuilah! Dengan mengingati Allah itu tenang tenteramlah hati manusia.” (Surah al-Ra'd, ayat 28)

Firman-Nya lagi bermaksud “Hari yang padanya harta benda dan anak-anak tidak dapat memberikan sebarang pertolongan, kecuali harta benda dan anak-anak orang yang datang menghadap Allah dengan hati yang selamat sejahtera daripada syirik dan munafik.” (Surah al-Syura, ayat 88 - 89)

Sucikanlah 4 hal dengan 4 perkara :
"Wajahmu dengan linangan air mata keinsafan,
Lidahmu basah dengan berzikir kepada Penciptamu,
Hatimu takut dan gementar kepada kehebatan Rabbmu,
..dan dosa-dosa yang silam di sulami dengan taubat kepada Dzat yang Memiliki mu."

"sampaikanlah walau satu ayat" al hadis

Duh, Siman Hutahaean! Pendeta Cabul HKBP Zinahi 19 Jemaatnya

Kamis, 20 Januari 2011

0 komentar
TAPANULI UTARA (voa-islam.com) – Pendeta yang satu ini benar-benar bejat. Sebagai tokoh panutan jemaat dan mahasiswi, bukannya melakukan pembinaan, malah mengobral perbuatan bejat pencabulan seksual terhadap 19 jemaatnya. Kepada jemaatnya sendiri tega berbuat amoral, bagaimana dengan orang lain?
Adalah Siman Hutahaean, seorang pendeta yang menggembala  gereja HKBP (Huria Kristen Batak Protestan dan menjadi dosen di Sekolah Tinggi Theologi (STT) Biblevrouw HKBP yang beralamat di Partahan Bosi Hutapea, Lagauboti, Toba Samosir Sumatera Utara
Peristiwa memalukan itu terbongkar, setelah korban dan sejumlah rekan mahasiswi lainnya mengadu pada Direktur sekolah Bibelvrouw Pendeta Manarias Sinaga MTh. Para korban mengaku, Pendeta Siman Hutahaean, melakukan pelecehan seksual dengan cara meditasi dan magis, menghipnotis para korban, sehingga mahasiswi yang dihipnotis itu tidak bisa melawan dan hanya mengikuti perintah si pendeta yang melampiaskan syahwat iblisnya secara leluasa.
Setiap kali melakukan aksi amoralnya itu, sang pendeta cabul mengancam mahasiswi yang “digarap,” agar tidak membocorkan perbuatannya itu kepada siapapun. Jika membocorkan aibnya, maka dianggap sebagai kesombongan rohani. Belasan mahasiswi korban pelecehan dosennya itu, terpaksa memendam derita dan kisah pilunya dalam waktu yang lama, sejak awal Januari 2010 lalu. Tidak tahan dengan trauma yang dialaminya, akhirnya mereka melaporkannya kepada direktur sekolah, tempat mereka belajar ilmu teologi Kristen.
Laporan para korban pelecehan seksual pendeta tersebut ditindaklanjuti oleh Direktur STT Biblevrouw esok harinya. Digelarlah rapat kilat di hadapan seluruh dosen, termasuk menghadapkan pelaku dengan 19 korban di aula sekolah Kristen HKBP itu.
Rapat kilat membuahkan hasil, Direktur segera mengambil tindakan tegas dengan menonaktifkan Pendeta Siman Hutahaean sebagai pengajar STT Biblevrouw. Pada saat itu juga, Direktur melaporkan kejadian ini ke Ephorus dan Sekjen di Pearaja-Tarutung, meminta agar pelaku meninggalkan kampus. Malam itu juga pelaku pelecehan seksual itu keluar dari kampus dengan membawa keluarganya pergi.
Selang lima hari (25/1/2010), Ephorus dan Sekjen membentuk tim “pencari fakta” yang diketuai oleh Pendeta Jamilin Sirait. Diberitahukan, Tim ini akan bekerja selama dua minggu, terhitung sejak 25 Januari 2010. Tapi janji tinggal janji, tim yang sudah dibentuk tersebut tak kunjung datang ke kampus untuk mencari fakta.
Menurut informasi dari para mahasiswi dan dosen, telah terjadi intimidasi dari seorang Praeses bernama Pendeta Armada Sitorus terhadap para mahasiswi. Pendeta itu mengancam akan memecat mereka dari Biblevrouw, jika Pendeta Siman Hutahaean (pelaku) dipecat pihak kampus. Keesokan harinya, seluruh mahasiswa meninggalkan kampus, dan bergerak untuk mencari perlindungan hukum.
....Setiap kali melakukan aksi amoralnya, sang pendeta cabul mengancam mahasiswi agar tidak membocorkan perbuatannya. Jika membocorkan aibnya, maka dianggap sebagai kesombongan rohani....
Merasa tak ditanggapi oleh Praeses, seluruh mahasiswi bergerak ke Pematangsiantar untuk mencari dukungan. Harapannya para Preases di Pearaja Tarutung segera menuntut pelaku agar dipecat dan dicabut tohonannya (status pendetanya) dari HKBP. Tapi suara mereka tak digubris. Selanjutnya, para mahasiswi melaporkan kejadian ini ke Polres Tobasa agar pelaku ditangkap. Polisi kemudian membawa korban mahasiswi yang paling parah untuk divisum di Rumah Sakit Balige.
Rupanya, pengaduan mahasiwi ke polisi membuat gerah Pendeta Jamilin Sirait, selaku  Pimpinan Pusat HKBP di Pearaja Tarutung, seraya mengatakan, kalau seluruh mahasiswa meninggalkan kampus Biblevorouw, maka lebih baik seluruh mahasiswi dipecat saja semuanya dan dibuat lagi penerimaan mahasiswa baru. Pernyataan Pdt Jamilin itu tak sepenuhnya didukung oleh sejumlah dosen di kampus tersebut.
Seorang dosen wanita berdiri membela mahasiswi. “Tidak akan ada seorang Jemaat HKBP dan gereja lainnya yang mau mengizinkan putrinya masuk sekolah Biblevrouw, jika pimpinan HKBP tidak bertindak adil dengan memecat semua mahasiswi, dan justru melindungi si pelaku,” ungkapnya.
Mahasiswi masih berharap Pimpinan Pusat HKBP di Pearaja Tarutung menyelesaikan masalah ini. Tapi lagi-lagi, protes tetap tak digubris oleh pimpinan HKBP. Mereka tidak mau menerima mahasiswi yang datang. Itu sama saja mencemarkan citra HKBP. Seorang pimpinan pusat HKBP bukannya mencari solusi, melainkan telah meletupkan api kekecewaan mahasiswi dan jemaat HKB lainnya yang bersimpati.
Setelah mengadu ke Polres Tobasa, dibuatlah pemeriksaan BAP. Selanjutnya, pihak polisi melayangkan surat panggilan ke Ephorus HKBP di Pearaja agar si pelaku menyerahkan diri ke Polres Tobasa.
Setelah didesak, Pendeta Jamilin Sirait dan kawan-kawannya datang ke kampus Biblevrouw untuk bertemu dengan seluruh korban dan mahasiswi. Namun kedatangan mereka tidak memberikan solusi. Kedatangan  Pendeta Jamilin malah memperkeruh suasana karena sikapnya yang tidak memihak korban, tapi memihak pada pelaku pelecehan. Mahasiswa pun dianggap bodoh. Lalu mahasiswi menyoraki pendeta itu. Mahasiswa kembali meminta kepastian, agar pendeta distrik Toba segera menggelar rapat untuk memproses pemecatan si pelaku dari HKBP dan pencabutan tohonannya sebagai pendeta. Lagi-lagi aspirasi itu tidak ditanggapi.
Pdt Jamilin cs kembali bertemu mahasiswi yang menjadi korban untuk kedua kalinya. Lagi-lagi tidak ada sanski sesuai hukum gereja HKBP buat si pelaku. Tak ayal membuat seluruh mahasiswi geram dengan mengecam tim pencari fakta yang datang. Ada kesan, sengaja mengulur-ulur waktu, dan tidak ada niat baik pimpinan HKBP untuk memecat-mencabut tohonan kependetaan si pelaku dari HKBP. Ada kesan, pimpinan HKBP hendak menutup-nutupi kasus ini.
....Ada kesan tidak ada niat baik pimpinan HKBP untuk memecat-mencabut tohonankependetaan si pelaku dari HKBP. Pimpinan HKBP hendak menutup-nutupi kasus ini....
Meski pelaku sudah datang menyerahkan diri ke Polres Tobasa, dan ditahan di Rutan Balige. Namun, bagi mahasiswi , seluruh dosen dan direktur Kampus Biblevrouw, pelaku tidak cukup hanya ditangkap dan penjarakan, tapi juga dipecat dan dicabut tohonannya dari HKBP sesuai proses Hukum Penggembalaan  dan  Siasat Gereja yang berlaku di HKBP.
Jemaat HKBP Resah
Kabarnya, sekarang banyak Jemaat HKBP mulai berkomentar: “Kenapa jika jemaat salah sedikit saja, langsung dikenakan RPP (Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon) alias dipecat dari HKBP dan dikeluarkan? Sedangkan jika pendeta yang melakukan pelecehan seksual tidak dikenakan RPP dan tidak dipecat dari HKBP. Apakah RPP HKBP hanya berlaku untuk jemaat saja?” tanya mereka.
“Bila begini terus menerus, bukan tidak mungkin, 10 tahun lagi, HKBP akan ditutup, karena semua jemaat tidak akan percaya lagi kepada para pendeta yang hanya berkhotbah, tetapi tidak melakukan apa yang dikhotbahkannya. Jangan salahkan jemaat jika meninggalkan HKBP karena kebejatan moral pendetanya, apalagi jika pelaku pelecehan selalu mendapatkan pembelaan dan tidak dicabut tohonan kependetaannya,” ungkap beberapa orang jemaat HKBP yang kecewa.
....Bila begini terus menerus, bukan tidak mungkin, 10 tahun lagi, HKBP akan ditutup, karena semua jemaat tidak akan percaya lagi kepada para pendeta yang hanya berkhotbah....
Kabar yang berkembang, pendeta resort mengintimidasi keluarga korban, agar menarik pengaduannya dari polisi. Diam-diam ada yang menyebarkan berita bohong, bahwa 19 korban sudah menarik pengaduan kepada polisi. Namun, setelah dikonfirmasi ke Polres Tobasa, ternyata berita tersebut tidak benar, dan tidak seorang korban pun yang menarik pengaduannya dari Polres. Intimidasi itu berlangsung berkali-kali. Tim pencari fakta dengan cara halus meminta para korban agar mengubah BAP yang sudah dibuat di kepolisian.
Perjuangan belum selesai, mahasiswi dan beberapa pendeta dan jemaat HKBP dari berbagai kota melakukan aksi damai ke kantor distrik IV Tobasa untuk mendesak Praeses setempat segera melaksanakan Rapat Pendeta Distrik IV Toba untuk kembali membicarakan dan menimbang si pelaku pelecehan seksual. Lagi-lagi permintaan mereka tidak digubris.
....Jika jemaat salah sedikit saja, langsung dikenakan RPP (Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon) alias dikeluarkan dari HKBP. Tapi jika pendeta melakukan pelecehan seksual tidak dikenakan RPP dan tidak dipecat. Apakah RPP HKBP hanya berlaku untuk jemaat saja?....
Pada tanggal 2 Maret 2010, kepolisian dari Polres Tobasa, akhirnya menyerahkan secara resmi kasus pelecehan seksual tersebut kepada pihak Kejaksaan Negeri Balige. Persidangan bersifat tertutup karena kasusnya menyangkut perbuatan amoral. Pihak mahasiswi juga sudah melaporkan kasus tersebut kepada Kom nas HAM dan Komnas Perempuan di Jakarta. Hingga memasuki sidang ke-15 (29 September 2010), Ketua Majelis Hakim PN Balige kemudian menjatuhkan vonis kepada Pendeta Sima n Hutahaean dengan hukuman 5 tahun penjara.
Pendeta HKBP Meneror Jemaatnya Sendiri
Kendati pelaku sudah dijatuhi hukuman setimpal, seluruh mahasiswa dan beberapa orang dosen yang tinggal di kompleks STT Biblebrouw, acapkali mendapat teror berupa 2-3 orang lebih laki-laki bertopeng datang ke asrama sekolah setiap malamnya dengan membawa parang panjang dan kelewang. Juga ada lemparan batu ke rumah-rumah dosen dan kantor sekolah tersebut. Teror juga dilakukan dalam bentuk SMS dengan mengancam korban. Mahasiswi dan dosen yang diteror sudah melaporkannya ke Kapolsek Lagoubuti.
Setelah dilacak SMS terror tersebut, ternyata datang dari Pendeta Herlan Hutahaean (seorang pendeta yang bekerja sebagai anggota KPU di Tobasa). Teror terus berlanjut. Ephoris HKBP Pendeta Dr. Bonar Napitupulu tidak mau menandatangani Pengumuman Penerimaaan Mahasiswa Baru sekolah tersebut. Bahkan Ephorus juga membuat Surat Pernyataan melarang penerimaan mahasiswa baru di sekolah itu.
Lebih parah lagi, pada saat wisuda, tidak seorang pun yang diutus oleh Pimpinan HKBP menghadiri acara wisuda mahasiswa STT Biblevrouw. Konyolnya lagi, ephorus HKBP tidak mau menandatangani ijazah seluruh mahasiswi Biblevrouw yang telah diwisuda. Dalih tidak mau menandatangani ijazah mahasiswi, hanya karena mereka pernah demo ke Pearaja-Tarutung dan PN Balige. Komnas HAM berjanji akan mengatasi masalah ijazah yang tidak mau ditandatangi oleh ephorus HKBP.
Mengadu domba  dan membenturkan sesama pendeta HKBP rupanya menjadi hal biasa dan menjadi trik sendiri. Konflik internal dengan sesama jemaat HKBP pun tak pernah berakhir damai. Ternyata gereja HKBP adalah gereja yang mempersubur dan memelihara perbuatan-perbuatan asusila. Terbukti, pelaku pelecehan seksual selalu dilindungi dan dibela mati-matian oleh para pimpinan HKBP. Bahkan, terhadap jemaatnya sendiri, tidak mampu bersikap adil, bahkan justru membela pelaku asusila.
Sungguh sangat memalukan HKBP saat ini di mata masyarakat dan di mata dunia. Jemaat HKBP berharap ada reformasi di tubuh HKBP.
Bagaimana dengan kasus HKBP Ciketing? Bukan tidak mungkin, konflik itu diciptakan oleh Pendeta HKBP itu sendiri. Dalam istilah ilmu kriminologi disebut Victiminasi: membunuh sesamanya untuk mendapat simpati dari dalam negeri maupun dunia internasional. Wallahu a’lam. [Desastian]