Keajaiban Sedekah

Senin, 22 November 2010

2 komentar
Sedekah bisa mendatangkan ampunan Allah, menghapus dosa dan menutup kesalahan dan keburukan. Sedekah bisa mendatangkan ridha Allah, dan sedekah bisa mendatangkan kasih sayang dan bantuan Allah. Wuh, inilah sekian fadilah sedekah yang ditawarkan Allah bagi para pelakunya.

Sebagaimana kita ketahui, hidup kita jadi susah, lantaran memang kita banyak betul dosanya. Dosa-dosa kita mengakibatkan kehidupan kita menjadi tertutup dari Kasih Sayangnya Allah. Kesalahan-kesalahan yang kita buat, baik terhadap Allah, maupun terhadap manusia, membuat kita terperangkap dalam lautan kesusahan yang sejatinya kita buat sendiri. Hidup kita pun banyak masalah. Lalu Allah datang menawarkan bantuan-Nya, menawarkan kasih sayang-Nya, menawarkan ridha-Nya terhadap ikhtiar kita, dan menawarkan ampunan-Nya. Tapi kepada siapa yang Allah bisa berikan ini semua? Kepada siapa yang mau bersedekah. Kepada yang mau membantu orang lain. kepada yang mau peduli dan berbagi.

Kita memang susah. Tapi pasti ada yang lebih susah. Kita memang sulit, tapi pasti ada yang lebih sulit. Kita memang sedih, tapi barangkali ada yang lebih sedih. Terhadap mereka inilah Allah minta kita memperhatikan jika ingin diperhatikan.

Insya Allah, hari demi hari, saya akan menulis tentang sedekah, dan segala apa yang terkait dengan sedekah. Di website ini. Saudara yang melihat, Saudara yang membaca, Saudara yang bisa memetik hikmahnya, saya mempersilahkan membagi kepada sebanyak-banyaknya keluarga, kawan dan sahabat Saudara.

Barangkali ada kebaikan bersama yang bisa diambil. Di website ini pula, Saudara akan bisa mengambil petikan hadits hari per hari dan ayat hari per hari, yang berkaitan dengan sedekah dan amaliyah terkait, dengan pembahasan singkatnya.

Di pembahasan-pembahasan tentang sedekah, saya akan banyak mendorong diri saya dan saudara, untuk melakukan sedekah, dengan mengemukakan fadilah-fadilah/keutamaannya. Insya Allah pembahasan akan sampai kepada Ihsan, Mahabbah, Ikhlas dan Ridha Allah. Apa yang tertulis, adalah untuk memotivasi supaya tumbuh keringanan dalam berbagi, kemauan dalam bersedekah. Sebab biar bagaimanapun, manusia adalah pedagang. Ia perlu dimotivasi untuk melakukan sebuah amal. Kepada Allah juga semuanya berpulang.

Akhirnya, mintalah doa kepada Allah, agar Allah terus menerus membukakan pintu ilmu, hikmah, taufiq dan hidayah-Nya hingga sampai kepada derajat "mukhlishiina lahuddien", derajat orang-orang yang mengikhlaskan diri kepada Allah.


Matematika Dasar Sedekah

Apa yang kita lihat dari matematika di bawah ini?

10 – 1 = 19

Pertambahan ya? Bukan pengurangan?
Kenapa matematikanya begitu?
Matematika pengurangan darimana?
Koq ketika dikurangi, hasilnya malah lebih besar?

Kenapa bukan 10-1 = 9?

Inilah kiranya matematika sedekah. Dimana ketika kita memberi dari apa yang kita punya, Allah justru akan mengembalikan lebih banyak lagi. Matematika sedekah di atas, matematika sederhana yang diambil dari QS. 6: 160, dimana Allah menjanjikan balasan 10x lipat bagi mereka yang mau berbuat baik.

Jadi, ketika kita punya 10, lalu kita sedekahkan 1 di antara yang sepuluh itu, maka hasil akhirnya, bukan 9. Melainkan 19. Sebab yang satu yang kita keluarkan, dikembalikan Allah sepuluh kali lipat.

Hasil akhir, atau jumlah akhir, bagi mereka yang mau bersedekah, tentu akan lebih banyak lagi, tergantung Kehendak Allah. Sebab Allah juga menjanjikan balasan berkali-kali lipat lebih dari sekedar sepuluh kali lipat. Dalam QS. 2: 261, Allah menjanjikan 700x lipat.

Tinggallah kita yang kemudian membuka mata, bahwa pengembalian Allah itu bentuknya apa? Bukalah mata hati, dan kembangkan ke-husnudzdzanan, atau positif thinking ke Allah. Bahwa Allah pasti membalas dengan balasan yang pas buat kita.


Memberi Lebih Banyak, Menuai Lebih Banyak

Kita sudah belajar matematika dasar sedekah, dimana setiap kita bersedekah Allah menjanjikan minimal pengembalian sepuluh kali lipat (walaupun ada di ayat lain yg Allah menyatakan akan membayar 2x lipat). Atas dasar ini pula, kita coba bermain-main dengan matematika sedekah yang mengagumkan. Bahwa semakin banyak kita bersedekah, ternyata betul Allah akan semakin banyak juga memberikan gantinya, memberikan pengambalian dari-Nya.

Coba lihat ilustrasi matematika berikut ini:

Pada pembahasan yang lalu, kita belajar:

10 - 1 = 19

Maka, ketemulah ilustrasi matematika ini:

10 - 2= 28
10 - 3= 37
10 - 4= 46
10 - 5= 55
10 - 6= 64
10 - 7= 73
10 - 8= 82
10 - 9= 91
10 - 10= 100

Menarik bukan? Lihat hasil akhirnya? Semakin banyak dan semakin banyak. Sekali lagi, semakin banyak bersedekah, semakin banyak penggantian dari Allah.

Mudah-mudahan Allah senantiasa memudahkan kita untuk bersedekah, meringankan langkah untuk bersedekah, dan membuat balasan Allah tidak terhalang sebab dosa dan kesalahan kita.

Sedekah bisa mendatangkan ampunan Allah, menghapus dosa dan menutup kesalahan dan keburukan. Sedekah bisa mendatangkan ridha Allah, dan sedekah bisa mendatangkan kasih sayang dan bantuan Allah. Wuh, inilah sekian fadilah sedekah yang ditawarkan Allah bagi para pelakunya.

Sebagaimana kita ketahui, hidup kita jadi susah, lantaran memang kita banyak betul dosanya. Dosa-dosa kita mengakibatkan kehidupan kita menjadi tertutup dari Kasih Sayangnya Allah. Kesalahan-kesalahan yang kita buat, baik terhadap Allah, maupun terhadap manusia, membuat kita terperangkap dalam lautan kesusahan yang sejatinya kita buat sendiri. Hidup kita pun banyak masalah. Lalu Allah datang menawarkan bantuan-Nya, menawarkan kasih sayang-Nya, menawarkan ridha-Nya terhadap ikhtiar kita, dan menawarkan ampunan-Nya. Tapi kepada siapa yang Allah bisa berikan ini semua? Kepada siapa yang mau bersedekah. Kepada yang mau membantu orang lain. kepada yang mau peduli dan berbagi.

Kita memang susah. Tapi pasti ada yang lebih susah. Kita memang sulit, tapi pasti ada yang lebih sulit. Kita memang sedih, tapi barangkali ada yang lebih sedih. Terhadap mereka inilah Allah minta kita memperhatikan jika ingin diperhatikan.

Insya Allah, hari demi hari, saya akan menulis tentang sedekah, dan segala apa yang terkait dengan sedekah. Di website ini. Saudara yang melihat, Saudara yang membaca, Saudara yang bisa memetik hikmahnya, saya mempersilahkan membagi kepada sebanyak-banyaknya keluarga, kawan dan sahabat Saudara.

Barangkali ada kebaikan bersama yang bisa diambil. Di website ini pula, Saudara akan bisa mengambil petikan hadits hari per hari dan ayat hari per hari, yang berkaitan dengan sedekah dan amaliyah terkait, dengan pembahasan singkatnya.

Di pembahasan-pembahasan tentang sedekah, saya akan banyak mendorong diri saya dan saudara, untuk melakukan sedekah, dengan mengemukakan fadilah-fadilah/keutamaannya. Insya Allah pembahasan akan sampai kepada Ihsan, Mahabbah, Ikhlas dan Ridha Allah. Apa yang tertulis, adalah untuk memotivasi supaya tumbuh keringanan dalam berbagi, kemauan dalam bersedekah. Sebab biar bagaimanapun, manusia adalah pedagang. Ia perlu dimotivasi untuk melakukan sebuah amal.

Kepada Allah juga semuanya berpulang.
Akhirnya, mintalah doa kepada Allah, agar Allah terus menerus membukakan pintu ilmu, hikmah, taufiq dan hidayah-Nya hingga sampai kepada derajat "mukhlishiina lahuddien", derajat orang-orang yang mengikhlaskan diri kepada Allah.[www.wisatahati.com]

Panduan Qurban (Udhiyyah)

Minggu, 14 November 2010

0 komentar
Oleh : Ustadz Budi Prasetyo

Staff Pengajar Ponpes As Salam Pabelan, Surakarta

Idul Qurban adalah salah satu hari raya di antara dua hari raya kaum muslimin, dan merupakan rahmat Allah swt bagi ummat Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Hal ini diterangkan dalam hadits Anas ra, beliau berkata:

عَنْ حُمْرَانَ مَوْلَى عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ رضي اللهُ عنهما : أَنَّهُ رَأَى عُثْمَانَ دَعَا قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ وَلَهُمْ يَوْمَانِ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَقَالَ مَا هَذَانِ الْيَوْمَانِ قَالُوا كُنَّا نَلْعَبُ فِيهِمَا فِي الْجَاهِلِيَّةِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الْأَضْحَى وَيَوْمَ الْفِطْرِ

Nabi shallallahu alaihi wa sallam datang di Madinah, mereka di masa jahiliyyah memiliki dua hari raya yang mereka bersuka ria padanya, maka (beliau) bersabda: “Hari apakah dua hari ini?” mereka menjawab, “Kami biasa merayakannya dengan bersuka ria di masa jahiliyyah”, kemudian Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah telah menggantikan untuk kalian dua hari raya yang lebih baik dari keduanya; hari Iedul Qurban dan hari Iedul Fitri.” (HR. Ahmad, Abu Daud, dan An-Nasai).

Hari Raya qurban, termasuk syi’ar umat Islam, maka hendaknya kita menjaganya dan menghormatinya. Cara menghormati hari raya ini adalah dengan menghidupkan sunnahnya, dan menjauhkan dari hal-hal yang bid’ah.

ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوْبِ

Demikianlah (perintah Allah), dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati (Al Hajj 32).

MAKNA QURBAN

Qurban dalam bahasa Arab berasal dari kata qa-ru-ba ( قَرُبَ ) artinya dekat. Ibadah qurban yang di dalamnya terdapat penyembelihan hewan qurban adalah ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Ibadah qurban disebut juga “udlhiyah” ( أُضْحِيَّة ) artinya penyembelihan binatang sebagai qurban.

DASAR SYARI’AT QURBAN

Tentang penyariatan ibadah qurban ini ditetapkan berdaasarkan al-Qur’an maupun hadis. al-Qur’an menyinggung soal Qurban di dalam surah al-Kautsar

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

“Maka dirikanlah shalat untuk Tuhanmu dan menyembelihlah”. (al-Kautsar:2)
Kata wanhar ( وَانْحَرْ ) maksudnya adalah menembelih binatang korban.
Sedangkan hadis yang menyebutkan persoalan qurban sangat banyak, di antaranya adalah;

ضحّى النّبيّ صلى الله عليه وسلم بكبشين أملحين أقرنين ، ذبحهما بيده ، وسمّى وكبّر ، ووضع رجله على صفاحهما .

مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا

“Barangsiapa mempunyai kelonggaran (harta), namun ia tidak melaksanakan qurban, maka janganlah ia mendekati masjidku” (H.R. Ahmad, Ibnu Majah).
Korban ini telah disyari‘atkan pada tahun kedua hijriyah, bersamaan dengan disyari’atkan shlat Dua hari raya dan zakat harta.

KEUTAMAAN QURBAN

Keutamaan qurban dijelaskan oleh sebuah hadist A’isyah, Rasulullah s.a.w. bersabda

مَا عَمِلَ آدَمِيٌّ مِنْ عَمَلٍ يَوْمَ النَّحْرِ أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ مِنْ إِهْرَاقِ الدَّمِ إِنَّهَا لَتَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَشْعَارِهَا وَأَظْلَافِهَا وَأَنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنْ اللَّهِ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ مِنْ الْأَرْضِ فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا

“Tidak ada amal yang dilakukan oleh anak Adam lebih disukai oleh Allah di hari korban selain dari mengalirkan darah (menyembelih qurban). Sesungguhnya korbannya itu di hari kiamat akan datang menyertai bani adam dengan tanduk-tanduknya, bulunya dan kuku-kukunya. Dan darah qurban tersebut akan menetes di suatu tempat (yang diridlai) Allah sebelum menetes ke bumi, maka sempurnakanlah korban itu ” (HR at-Tirmizi, dengan sanad dla’if).

HUKUM QURBAN

Mayoritas ulama dari kalangan sahabat, tabi’in, tabiut tabi’in, dan fuqaha (ahli fiqh) menyatakan bahwa hukum qurban adalah sunnah muakkadah bagi mereka yang mampu. Tetapi Abu Hanifah (seorang ulama’ Tabi’in) menyatakan hukumnya wajib. Ibnu Hazm menyatakan: “Tidak ada seorang sahabat Nabi pun yang menyatakan bahwa qurban itu wajib.” Sementara di dalam mazhab Syafi’i muncul pendapat bahwa qurban hukumnya sunnah ‘ain (menjadi tanggungan individu) bagi setiap individu sekali dalam seumur hidup dan sunnah kifayah bagi sebuah keluarga besar, menjadi tanggungan seluruh anggota keluarga, namun kesunnahan tersebut terpenuhi bila salah satu anggota keluarga telah melaksanakannya.
Dalil yang dijadikan dasar tentang tidak wajibnya qurban, adalah hadits Ummu Salamah:

إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ وَعِنْدَهُ أُضْحِيَّةٌ يُرِيدُ أَنْ يُضَحِّيَ فَلَا يَأْخُذَنَّ شَعْرًا وَلَا يَقْلِمَنَّ ظُفُرًا

“Jika masuk tanggal 10 Dzul Hijjah dan ada salah seorang diantara kalian yang ingin berqurban, maka hendaklah ia tidak cukur atau memotong kukunya.” (HR. Muslim)
Kata “Dan salah seorang diantara kalian ingin berqurban”, menurut Imam Syafi’i, adalah menunjukkan qurban tidak wajib. Sebab memungkinkan juga adanya orang yang tidak berkeinginan, padahal ia mampu.

Sedangkan dalil wajibnya qurban menurut madzhab Hanafi adalah hadist Abu Haurairah yang menyebutkan

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا

Bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa mempunyai kelonggaran (harta), namun ia tidak melaksanakan qurban, maka janganlah ia mendekati masjidku” (H.R. Ahmad, Ibnu Majah).

Hadis ini oleh Imam Hanafi difahami sebagai suatu perintah yang sangat kuat karena diikurti dengan suatu ancaman, sehingga lebih tepat untuk dikatakan wajib.
Dari dua pendapat tersebut, pendapat pertama lebih kuat, karena adanya dorongan yang kuat belum tentu bermakna sebagai kewajiban. Apalagi dengan adanya hadis Muslim dari Ummu Salamah yang menyebutkan bentuk pilihan, boleh memilih berkorban dan boleh tidak berkorban. Dengan demikian ibadah qurban disunnahkan kepada yang mampu.
Ukuran kemampuan tidak berdasarkan kepada nisab, namun disesuaikan dengan kondisi masing-masing individu. Apabila seseorang setelah memenuhi kebutuhan sehari-harinya masih memiliki dana lebih dan mencukupi untuk membeli hewan qurban, khususnya di hari raya iedul adha dan tiga hari tasyriq maka berarti ia mampu.

KAPAN MENJADI WAJIB

Meskipun hukum asalnya sunnah mu’akkadah, namun qurban bisa menjadi wajib dalam keadaan dua hal;
1. Jika telah bernadzar untuk melakukan korban, sebagaimana hadis;

مَنْ نَذَرَ أَنْ يُطِيعَ اللَّهَ فَلْيُطِعْهُ وَمَنْ نَذَرَ أَنْ يَعْصِيَهُ فَلَا يَعْصِهِ

“Seseorang yang bernadzar untuk melakukan ketaatan kepada Allah, hendaklah ia melakukan ketaatan itu, dan jika ia bernadzar untuk bermaksiat maka janganlah melakukan maksiat” (HR al-Bukhari)

Karena korban merupakan sebuah amal yang baik, dan salah satu bentuk ketaatan kepada Allah, maka para ulama’ sepakat apabila ada seorang muslim bernadzar untuk berkorban, maka wajib baginya untuk berkorban, baik ia dalam keadaan kaya atau miskin.

2. Jika telah berniat untuk melakukan korban. Menurut Imam Malik, seseorang yang membeli binatang dengan mengatakan, ini untuk korban makaia berkewajiban untuk melaksanakan niatnya itu.

BINATANG QURBAN

Binatang yang dibolehkan untuk menjadi qurban adalah binatang ternak (an’am), seperti onta, sapi atau kerbau dan kambing atau domba. Boleh berkorban dengan binatang tersebut, baik jantan atau betina. Tetapi berkorban dengan binatang yang boleh dimakan selain jenis binatang ternak (an’am) seperti burung dan kuda para ulama’ sepakat tidak boleh. Dalil ketentuan binatang itu adalah firman Allah

ولكلّ أمّةٍ جعلنا منسكاً ليذكروا اسم اللّه على ما رزقهم من بهيمة الأنعام

(al-Hajj:34)

Adapun pelaksanaan korban, binatang tersebut ditentukan;

عَنْ جَابِرٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَذْبَحُوا إِلَّا مُسِنَّةً إِلَّا أَنْ يَعْسُرَ عَلَيْكُمْ فَتَذْبَحُوا جَذَعَةً مِنْ الضَّأْنِ

“Dari Jabir, berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Janganlah kalian menyembelih kecuali musinnah, akan tetapi jika kalian merasa berat hendaklah menyembelih kambing Al-Jadza’ah (HR. Muslim dan Abu Daud).

Yang dimaksud dengan Musinnah yaitu jenis unta, sapi dan kambing atau domba yang telah cukup umur. Umur kambing adalah ketika sudah sempurna usia setahun dan memasuki tahun kedua, untuk sapi telah sempurna usia dua tahun dan masuk tahun ketiga, sedangkan unta telah sempurna usia lima tahun dan telah menginjak tahun keenam. Menurut Ibnu at-Tin, yang dinamakan musinnah adalah ketika sudah berganti gigi. Sedangkan jadza’ah yaitu kambing atau domba yang berumur setahun pas menurut pendapat jumhur ulama. Tetapi ada yang berpendapat, kambing usia 6 bulan sudah masuk jadza’ah.

BINATANG KORBAN YANG PALING UTAMA

Sejauh ini tidak ada penjelasan khusus dari Rasulullah tentang binatang yang paling utama untuk dijadikan qurban. Dengan mengambil pelajaran dari keutamaan bersegera menghadiri shalat Jum’at, bisa disimpulkan bahwa binatang yang paling utama menjadi korban adalah adalah onta, setelah itu sapi, setelah itu baru kambing atau domba.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ غُسْلَ الْجَنَابَةِ ثُمَّ رَاحَ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَدَنَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّانِيَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَقَرَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّالِثَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ كَبْشًا أَقْرَنَ وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الرَّابِعَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ دَجَاجَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الْخَامِسَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَيْضَةً فَإِذَا خَرَجَ الْإِمَامُ حَضَرَتْ الْمَلَائِكَةُ يَسْتَمِعُونَ الذِّكْرَ

Dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa mandi pada hari Jum’at seperti mandi junub, kemudian berangkat (shalat Jum’at) pada urutan pertama maka seolah-olah ia berkurban dengan seekor onta. Dan orang yang berangkat pada barisan kedua, maka seolah-olah ia berkorban dengan seekor sapi, dan barangsiapa berangkat pada urutan ketiga maka seolah-olah ia berkorban dengan seekor domba. Barangsiapa berangkat pada urutan keempat maka selah-olah ia berkorban dengan ayam, dan yang berangkat pada urutan kelima seolah-olah ia berkorban dengan telur. Jika Imam sudah keluar maka malaikat akan datang untuk mendengarkan dzikir (khutbah)” (HR al-Bukhari dan Muslim)
Adapun bagi yang berkorban dengan seekor kambing atau domba, yang paling utama adalah seperti yang pernah dijadikan korban oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam,

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِكَبْشٍ أَقْرَنَ يَطَأُ فِي سَوَادٍ وَيَنْظُرُ فِي سَوَادٍ وَيَبْرُكُ فِي سَوَادٍ فَأُتِيَ بِهِ فَضَحَّى بِهِ

“Dari Aisyah bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan menyembelih domba yang bertanduk baik, dan sekitar kaki, perut dan matanya berwarna hitam. Kemudian didatangkan kepada beliau, lalu disembelih.” (HR. Abu Daud).

HEWAN YANG DILARANG DIJADIKAN QURBAN

Ada beberapa cacat pada binatang yang nenyebabkan ia tidak boleh dijadikan binatang korban. Larangan itu telah dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.

أَرْبَعٌ لَا تُجْزِئُ فِي الْأَضَاحِيِّ الْعَوْرَاءُ الْبَيِّنُ عَوَرُهَا وَالْمَرِيضَةُ الْبَيِّنُ مَرَضُهَا وَالْعَرْجَاءُ الْبَيِّنُ ظَلْعُهَا وَالْكَسِيرَةُ الَّتِي لَا تُنْقِي

Ada empat hal yang tidak boleh dalam berkorban, 1) buta sebelah mata, yang tampak jelas kebutaannya 2) sakit yang jelas sakitnya, 3) pincang yang nyata-nyata pincangnya, dan 4) kurus tidak berlemak (HR Abu Dawud)

Selain keempat tersebut Rasulullah juga melarang berkorban dengan binatang yang tanduknya pecah, atau telinganya hilang sebagian.

عَنْ عَلِيٍّ قَالَ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُضَحَّى بِأَعْضَبِ الْقَرْنِ وَالْأُذُنِ

Dari Ali, ia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melarang berkorban dengan binatang yang pecah tanduknya dan telinganya(at-Tirmidzi, Ibnu majah dan Ahmad)

Sa’id bin Musayyib menuturkan, bahwa binatang yang kehilangan setengah atau lebih tanduk atau telinganya maka tidak selayaknya untuk dijadikan korban. Tetapi para ulama’ menjelaskan bahwa kalau ia kehilangan sebagain telinga, tanduk atau ekornya dan tidak sampai setengahnya dan bukan karena kesengajaan maka masih boleh digunakan untuk korban. Demikian juga binatang yang terkena sedikit penyakit kulit, boleh digunakan untuk berkorban.

BINATANG YANG DIKEBIRI

Sejauh ini tidak ada larangan berkorban dengan binatang yang dikebiri. Meskipun sebenarnya ada cacat, khususnya dalam reproduksi, namun cacat dalam reproduksi ini tidak menyebabkan suatu binatang dilarang untuk dijadikan korban. Bahkan al-Haitsami di dalam kitab Majma’ az-Zawaid menyebutkan adanya beberapa ulama’ yang menyebutkan bahwa nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah melakukan qurban dengan binatang yang dikebiri.

PATUNGAN KORBAN

Satu ekor kambing atau domba bisa diniatkan pahalanya untuk dirinya dan keluarganya meskipun jumlah keluarganya banyak.

قَال عَطَاءُ بْنُ يَسَارٍ سَأَلْتُ أَبَا أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيَّ كَيْفَ كَانَتْ الضَّحَايَا عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ كَانَ الرَّجُلُ يُضَحِّي بِالشَّاةِ عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ فَيَأْكُلُونَ وَيُطْعِمُونَ حَتَّى تَبَاهَى النَّاسُ فَصَارَتْ كَمَا تَرَى

“Berkata Atha bin Yasar: Aku bertanya kepada Abu Ayyub Al-Anshari, bagaimana sifat sembelihan di masa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam , beliau menjawab: jika seseorang berkurban seekor kambing, maka untuk dia dan keluarganya. Kemudian mereka makan dan memberi makan dari kurban tersebut.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah)

Sedangkan untuk seekor sapi bisa diniatkan untuk 7 orang, sebagaimana hadis berikut;

عَنْ جَابِرٍ قَالَ نَحَرْنَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ الْحُدَيْبِيَةِ الْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ وَالْبَدَنَةَ عَنْ سَبْعَةٍ

“Dari Jabin, dia berkata: Kami bersama Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pada tahun Hudaibiyyah seekor sapi untuk tujuh orang dan seekor onta yang gemuk untuk 7 orang.” (HR Muslim, at-Tirmidzi, Abu Dawud dan Ahmad).

Dan seekor onta, menurut madzhab Syafi’i, Hanafi, dan mayoritas ulama’ bisa untuk 7 orang. Tetapi menurut Ishaq bin Rahawiyah dan Ibnu Khuzaimah, bisa untuk 10 orang. Alasan Ishaq adalah hadis dari Ibnu Abbas berikut;

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ فَحَضَرَ النَّحْرُ فَذَبَحْنَا الْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ وَالْبَعِيرَ عَنْ عَشَرَةٍ

“Dari Ibnu Abbas, dia berkata: Kami bersama Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam sebuah perjalanan kemudian tiba hari Ied. Maka kami berserikat tujuh orang pada seekor sapi dan sepuluh orang pada seekor unta.” (HR At-Tirmidzi).
Demikian ketentuan rombongan dalam berkorban. Tetapi sekarang ini muncul gejala baru, melakukan iuran oleh orang banyak, untuk membeli seekor binatang korban, lalu binatang itu disembelih dengan nama korban. Korban semacam itu tidak sah.

WAKTU PENYEBELIHAN

Permulaan pelaksanaan penyembelihan hewan kurban adalah setelah selesai shalat Ied Adha. Hal ini didasarkan kepada hadis;

عَنْ الْبَرَاءِ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ فَقَالَ إِنَّ أَوَّلَ مَا نَبْدَأُ مِنْ يَوْمِنَا هَذَا أَنْ نُصَلِّيَ ثُمَّ نَرْجِعَ فَنَنْحَرَ فَمَنْ فَعَلَ فَقَدْ أَصَابَ سُنَّتَنَا

Dari Barra bin Azib ra, ia berkata: aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berkhutbah, beliau bersabda: Sesungguhnya perkara yang pertama kita mulai pada hari ini adalah kita shalat kemudian menyembelih. Maka barang siapa yang melakukan hal itu, dia telah mendapatkan sunnah kami. (HR al-Bukhari)

Di dalam riwayat Muslim disebutkan adanya tambahan penjelasan,

وَمَنْ ذَبَحَ فَإِنَّمَا هُوَ لَحْمٌ قَدَّمَهُ لِأَهْلِهِ لَيْسَ مِنْ النُّسُكِ فِي شَيْءٍ

Dan barang siapa yang telah menyembelih (sebelum shalat), maka sesungguhnya sembelihan itu adalah daging yang diperuntukkan bagi keluarganya, bukan termasuk hewan kurban sedikitpun.” (HR. Muslim).

Diperbolehkan untuk menunda penyembelihan hewan kurban, pada hari kedua dan ketiga setelah hari Ied. Dan batas akhir penyembelihan adalah tenggelamnya matahari pada hari tasyriq yang terakhir, sebagaimana diterangkan dalam hadits dari Jubair bin Muth’im bahwasanya beliau shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

كُلُّ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ ذَبْحٌ

“Setiap hari tasyriq ada sembelihan.” (HR. Ahmad).

TEMPAT MENYEMBELIH

Dalam rangka menampakkan syiar Islam dan kaum muslimin, disunnahkan menyembelih di lapangan tempat shalat Ied, sebagaimana hadis dari Ibnu Umar.

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَذْبَحُ وَيَنْحَرُ بِالْمُصَلَّى

“bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam : menyembelih di tempat shalat Ied.” (HR. Bukhari).

LARANGAN MEMOTONG RAMBUT DAN KUKU

Orang yang hendak berqurban, tidak diperbolehkan bagi dia memotong rambut dan kukunya sedikitpun, setelah masuk tanggal 1 Dzulhijjah hingga shalat Ied.

عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا رَأَيْتُمْ هِلَالَ ذِي الْحِجَّةِ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ

“Dari Ummu Salamah, bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Apabila kalian melihat hilal bulan Dzulhijjah dan salah seorang di antara kalian hendak menyembelih, maka hendaknya dia menahan (yakni tidak memotong) rambut dan kukunya.” (HR. Muslim).

Larangan memotong kuku dan rambut ini berlaku dengan segala macam caranya, baik dengan gunting atau yang lainnya. Demikian juga dalam hal larangan memotong rambut; baik gundul, memendekkan rambut, mencabutnya, membakarnya atau selain itu. Larangan di dalam hadis ini difahami oleh para ulama’ sebagai haram. Sebab setiap larangan berfungsi untuk mengharamkan, kecuali apabila ada keterangan lain yang menjelaskan ketidakharamannya. Tetapi kalau ada yang melanggar larangan tersebut hendaknya minta ampun kepada Allah dan tidak ada fidyah (tebusan) baginya, baik dilakukan sengaja atau lupa.”
Tetapi para ulama’ berbeda pendapat tentang makna larangan ini. Imam Malik dan asy-Syafi’i memandang larangan ini bermakna makruh. Tetapi Imam Ahmad bin Hanbal memandang sebagai haram. Dan Imam Abu hanifah berpendapat tidak apa-apa. Pendapat yang kuat adalah sebagaimana yang dikatakan oleh Asy-Syafi’i dan Malik karena ada riwayat.

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كُنْتُ أَفْتِلُ قَلَائِدَ هَدْيِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدَيَّ ثُمَّ يُقَلِّدُهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدِهِ ثُمَّ يَبْعَثُ بِهَا مَعَ أَبِي فَلَا يَدَعُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْئًا أَحَلَّهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ لَهُ حَتَّى يَنْحَرَ الْهَدْيَ

Dari Aisyah, ia berkata; saya pernah menganyam kalung hewan kurban Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan kedua tanganku, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengalunginya dengan tangannya dan mengirimnya bersama dengan ayahku, lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak meninggalkan sesuatupun yang telah Allah ‘azza wajalla halalkan hingga beliau menyembelih hewan kurban. (HR an-Nasa’i)

Hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak meninggalkan kebiasaan memotong kuku dan rambut. Tetapi bukan berarti kemudian memotong rambut tidak apa-apa, adanya anjuran pada hadits Ummu Salamah berarti bahwa meninggalkan pemotongan rambut dan kuku itu adalah sunnah, dan memotongnya adalah makruh.

CARA MENYEMBELIH

Dalam menyembelih binatang diharuskan untuk meminimalisir rasa sakit yang diderita oleh binatang. Di antara cara yang bisa meminimalisasi rasa sakit adalah dengan pisau yang tajam. Sebagaimana disebukan di dalam hadis

إِنَّ اللهَ كَتَبَ اْلإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ، فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذِّبْحَةَ وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ وَلْيُرِحْ ذَبِيْحَتَهُ

Sesungguhnya Allah telah menetapkan perbuatan baik (ihsan) atas segala sesuatu . Jika kalian membunuh maka berlakulah baik dalam hal tersebut. Jika kalian menyembelih berlakulah baik dalam hal itu, hendaklah kalian mengasah pisaunya dan menyenangkan hewan sembelihannya. (Riwayat Muslim)

Sebelum menyembelih terlebih dahulu membaca do’a sambil membaringkan sembelihan pada sisi kirinya karena yang demikian mudah bagi si penyembelih memegang pisau dengan tangan kanannya, dan menahan lehernya dengan tangan kiri.
Bacaan yang disepakati oleh para ulama’ adalah basmalah dan takbir. Tetapi di antara para ulama’ tidak ada kesepakatan tentang do’a lain yang dibaca menyertai basmalah dan takbir. Hanafiyah menganjurkan untuk juga membaca do’a inni wajjahtu wajhiya…, allahumma hadza ‘an fulan (nama yang berkorban), atau juga ucapan alahumma minka wa laka (ya Allah, binatang ini adalah dariMu dan untukMu). Dasar pendapatnya adalah hadits-hadts berikut;

أَنَسٍ قَالَ ضَحَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ قَالَ وَرَأَيْتُهُ يَذْبَحُهُمَا بِيَدِهِ وَرَأَيْتُهُ وَاضِعًا قَدَمَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا قَالَ وَسَمَّى وَكَبَّرَ

“Dari Anas bin Malik, dia berkata: Bahwasanya Nabi shallallahu alaihi wa sallam menyembelih dua ekor dombanya yang bagus dan bertanduk. Anas berkata, aku melihat beliau menyembelih dengan tangan beliau sendiri dan aku melihat beliau meletakkan kakinya di samping lehernya dan mengucapkan basmallah dan takbir.” (HR. Muslim).

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ شَهِدْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْأَضْحَى بِالْمُصَلَّى فَلَمَّا قَضَى خُطْبَتَهُ نَزَلَ مِنْ مِنْبَرِهِ وَأُتِيَ بِكَبْشٍ فَذَبَحَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدِهِ وَقَالَ بِسْمِ اللَّهِ وَاللَّهُ أَكْبَرُ هَذَا عَنِّي وَعَمَّنْ لَمْ يُضَحِّ مِنْ أُمَّتِي

Dari jabir bin Abdullah, ia berkata, “Aku mengikuti Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam shalat Idul Adha di tanah lapang, setelah selesai berkhutbah beliau turun dari mimbarnya dan mendatangi dombanya, lalu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menyembelihnya dengan tangan beliau sendiri seraya berkata “Bismillah Wallahu Akbar, ini (kurban) dariku dan dari umatku yang tidak menyembelih.” (HR. Abu Dawud)

Di dalam riwayat lain dikatakan

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ ذَبَحَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الذَّبْحِ كَبْشَيْنِ أَقْرَنَيْنِ أَمْلَحَيْنِ مُوجَأَيْنِ فَلَمَّا وَجَّهَهُمَا قَالَ إِنِّي وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ عَلَى مِلَّةِ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَمَا أَنَا مِنْ الْمُشْرِكِينَ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنْ الْمُسْلِمِينَ اللَّهُمَّ مِنْكَ وَلَكَ وَعَنْ مُحَمَّدٍ وَأُمَّتِهِ بِاسْمِ اللَّهِ وَاللَّهُ أَكْبَرُ ثُمَّ ذَبَحَ

Dari Jabir bin Abdullah, ia berkata; Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pada hari Kurban menyembelih dua domba yang bertanduk dan berwarna abu-abu yang terkebiri. Kemudian tatkala beliau telah menghadapkan keduanya beliau mengucapkan: (Sesungguhnya aku telah menghadapkan wajahku kepada Dzat yang telah menciptakan langit dan bumi di atas agama Ibrahim dengan lurus, dan aku bukan termsuk orang-orang yang berbuat syirik. Sesungguhnya shalatku, dan sembelihanku serta hidup dan matiku adalah untuk Allah Tuhan semesta alam, tidak ada sekutu bagiNya, dengan itu aku diperintahkan, dan aku termasuk orang-orang yang berserah diri. Ya Allah, ini berasal dariMu dan untukMu, dari Muhammad dan ummatnya. Dengan Nama Allah, dan Allah Maha Besar). (HR Abu Dawud)

Imam Malik tidak menganjurkan untuk mengucapkan minka wa laka. Dan Imam Ahmad bin hanbal hanya menganjurkan untuk membaca basmalah dan takbir saja. Tetapi kalau ditambahkan kata, hadza minni atau min fulan, allahumma taqabbal, boleh saja.
Selain itu, berdasarkan hadits-hadis di atas, orang yang berkorban disunnahkan untuk memotong sendiri hewan kurbannya, sebab penyembelihan ini merupakan ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Tetapi kalau tidak bisa menyembelih sendiri boleh mewakilkan kepada orang lain. Meskipun demikian dianjurkan baginya untuk menyaksikan penyembelihannya.

MEMBAGIKAN DAGING KURBAN

Bagi yang berkorban disunnahkan makan daging qurbannya, menghadiahkan karib kerabatnya, bershadaqah pada fakir miskin, dan menyimpan sebagian dari dagingnya. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

كُلُوا وَأَطْعِمُوا وَادَّخِرُوا

“Makanlah, bershadaqahlah, dan simpanlah untuk perbekalan.”(HR.Bukhari Muslim).

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا ضَحَّى أَحَدُكُمْ فَلْيَأْكُلْ مِنْ أُضْحِيَّتِهِ

Dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Apabila salah seorang dari kalian berkurban, maka makanlah dari binatang kurbannya.”

Daging sembelihan, kulitnya, rambutnya dan yang bermanfaat dari kurban tersebut tidak boleh diperjualbelikan menurut pendapat jumhur ulama, dan seorang tukang sembelih tidak mendapatkan daging kurban. Tetapi yang dia dapatkan hanyalah upah dari yang berkurban.:

عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ أَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَقُومَ عَلَى بُدْنِهِ وَأَقْسِمَ جُلُودَهَا وَجِلَالَهَا وَأَمَرَنِي أَنْ لَا أُعْطِيَ الْجَزَّارَ مِنْهَا شَيْئًا وَقَالَ نَحْنُ نُعْطِيهِ مِنْ عِنْدِنَا

“Dari Ali bin Abi Thalib ra, dia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan aku untuk menyembelih hewan kurbannya dan membagi-bagi dagingnya, kulitnya, dan alat-alat untuk melindungi tubuhnya, dan tidak memberi tukang potong sedikitpun dari kurban tersebut. Tetapi kami memberinya dari harta kami” (HR. Bukhari Muslim).

KULIT KORBAN

Tentang Kulit Qurban, Ulama sepakat bahwa kulit qurban boleh diambil oleh orang yang berqurban dan boleh juga dihadiahkan kepada orang lain. Akan tetapi, tentang bolehnya pengqurban mengambil kulit qurban, para ulama berbeda pandangan. Jumhur ulama berpandangan: “Pengqurban boleh mengambil kulit hewan qurbannya sendiri.”
Sebagian ulama lainnya menyatakan: “Pengqurban boleh menjual kulit qurbannya sendiri lalu ia mengambilnya atau bershadaqah dengannya. Tetapi sebagian yang lainnya seperti ulama’ pengikut Imam Malik tidak membolehkan menjual kulit korban atau menukar dengan yang lain, apapun bentuknya. Yang melarang menjual beralasan dengan

عَن أَبِي هُرَيْرَةَ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم : مَنْ بَاعَ جِلْدَ أُضْحِيَّةٍ فَلا أُضْحِيَّةَ لَهُ

Dari Abu Hurairah, ia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda; Barangsiapa menjual kulit binatang korbannya maka tidak ada (pahala) korban baginya (HR al-Hakim dan al-Baihaqi, namun hadits ini dinilai dla’if karena di dalam sanadnya ada Abdullah bin ‘Ayyasy)

Namun jika kulit itu telah diberikan kepada orang lain, maka ia boleh saja melakukan penjualan atau menukar dengan sesuatu yang lain, sebab yang dilarang menjualnya adalah pengqurban.

MEMBAGIKAN KEPADA NON-MUSLIM

Persoalan ini juga merupakan wilayah yang diperselisihkan di antara para ulama’. Sebagian membolehkan kita memberikan daging qurban untuk non muslim (ahlu zimah), sebagian lainnya tidak membolehkan.

Kalau kita telusuri lebih dalam literatur syariah, kita akan menemukan beberapa variasi perbedaan pendapat, yaitu: Imam Al-Hasan Al-Basri, Al-Imam Abu Hanifah dan Abu Tsaur berpendapat bahwa boleh daging qurban itu diberikan kepada fakir miskin dari kalangan non muslim. Sedangkan Al-Imam Malik berpendapat sebaliknya, beliau memakruhkannya. Al-Laits mengatakan bila daging itu dimasak dulu kemudian orang kafir zimmi diajak makan, maka hukumnya boleh. Sementara Al-Imam An-Nawawi mengatakan bahwa umumnya ulama membedakan antara hukum qurban sunnah dengan qurban wajib. Bila daging itu berasal dari qurban sunnah, maka boleh diberikan kepada non muslim. Sedangkan bila dari qurban yang hukumnya wajib, hukumnya tidak boleh.
Pendapat yang kuat, menurut kami, adalah yang membolehkan pemberian daging korban kepada orang kafir. Sebab pemberian ini termasuk sedekah, dan bersedekah kepada non-Muslim tidak ada larangan. Apalagi jika mereka adalah kerabat, atau tetangga kita. Allahu a’lam bish-Shawab.[muslimdaily.net]

Hidup Sehat Cara Rasulullah

Sabtu, 13 November 2010

0 komentar
“Anak Adam tidak memenuhkan suatu tempat yang lebih jelek dari perutnya. Cukuplah beberapa suap yang dapat memfungsikan tubuhnya. Kalau tidak ditemukan jalan lain, maka (ia dapat mengisi perutnya) dengan sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiganya lagi untuk pernafasan.” (HR Ibnu Majah dan Ibnu Hibban)

Konon, selama hidupnya Rasulullah SAW hanya sakit dua kali. Yaitu setelah menerima wahyu pertama, ketika itu beliau mengalami ketakutan yang sangat sehingga menimbulkan demam hebat. Yang satunya lagi menjelang beliau wafat. Saat itu beliau mengalami sakit yang sangat parah, hingga akhirnya meninggal. Ada pula yang menyebutkan bahwa Rasul mengalami sakit lebih dari dua kali.

Berapa pun jumlahnya, dua, tiga atau empat kali, memperjelas gambaran bahwa beliau memiliki fisik sehat dan daya tahan luar biasa. Padahal kondisi alam Jazirah Arabia waktu itu terbilang keras, tandus dan kurang bersahabat. Siapa pun yang mampu bertahan puluhan tahun dalam kondisi tersebut, plus berpuluh kali peperangan yang dijalaninya, pastilah memiliki daya tahan tubuh yang hebat.

Mengapa Rasulullah SAW jarang sakit? Pertanyaan ini menarik untuk dikemukakan. Secara lahiriah, Rasulullah SAW jarang sakit karena mampu mencegah hal-hal yang berpotensi mendatangkan penyakit. Dengan kata lain, beliau sangat menekankan aspek pencegahan daripada pengobatan. Jika kita telaah Alquran dan Sunnah, maka kita akan menemukan sekian banyak petunjuk yang mengarah pada upaya pencegahan. Hal ini mengindikasikan betapa Rasulullah SAW sangat peduli terhadap kesehatan. Dalam Shahih Bukhari saja tak kurang dari 80 hadis yang membicarakan masalah ini. Belum lagi yang tersebar luas dalam kitab Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Tirmidzi, Baihaqi, Ahmad, dsb.

Cara Rasulullah menjaga kesehatan

Ada beberapa kebiasaan positif yang membuat Rasulullah SAW selalu tampil fit dan jarang sakit. Di antaranya:

Pertama, selektif terhadap makanan. Tidak ada makanan yang masuk ke mulut beliau, kecuali makanan tersebut memenuhi syarat halal dan thayyib (baik). Halal berkaitan dengan urusan akhirat, yaitu halal cara mendapatkannya dan halal barangnya. Sedangkan thayyib berkaitan dengan urusan duniawi, seperti baik tidaknya atau bergizi tidaknya makanan yang dikonsumsi. Salah satu makanan kegemaran Rasul adalah madu. Beliau biasa meminum madu yang dicampur air untuk membersihan air lir dan pencernaan. Rasul bersabda,” Hendaknya kalian menggunakan dua macam obat, yaitu madu dan Alquran”(HR. Ibnu Majah dan Hakim).

Kedua, tidak makan sebelum lapar dan berhenti makan sebelum kenyang. Aturannya, kapasitas perut dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu sepertiga untuk makanan (zat padat), sepertiga untuk minuman (zat cair), dan sepertiga lagi untuk udara (gas). Disabdakan,”Anak Adam tidak memenuhkan suatu tempat yang lebih jelek dari perutnya. Cukuplah bagi mereka beberapa suap yang dapat memfungsikan tubuhnya. Kalau tidak ditemukan jalan lain, maka (ia dapat mengisi perutnya) dengan sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiganya lagi untuk pernafasan” (HR Ibnu Majah dan Ibnu Hibban).

Ketiga, makan dengan tenang, tumaninah, tidak tergesa-gesa, dengan tempo sedang. Apa hikmahnya? Cara makan seperti ini akan menghindarkan tersedak, tergigit, kerja organ pencernaan pun jadi lebih ringan. Makanan pun bisa dikunyah dengan lebih baik, sehingga kerja organ pencernaan bisa berjalan sempurna. Makanan yang tidak dikunyah dengan baik akan sulit dicerna. Dalam jangka waktu lama bisa menimbulkan kanker di usus besar.

Keempat, cepat tidur dan cepat bangun. Beliau tidur di awal malam dan bangun pada pertengahan malam kedua. Biasanya, Rasulullah SAW bangun dan bersiwak, lalu berwudhu dan shalat sampai waktu yang diizinkan Allah. Beliau tidak pernah tidur melebihi kebutuhan, namun tidak pula menahan diri untuk tidur sekadar yang dibutuhkan. Penelitian Daniel F Kripke, ahli psikiatri dari Universitas California menarik untuk diungkapkan. Penelitian yang dilakukan di Jepang dan AS selama 6 tahun dengan responden berusia 30-120 tahun mengatakan bahwa orang yang biasa tidur 8 jam sehari memiliki resiko kematian yang lebih cepat. Sangat berlawanan dengan mereka yang biasa tidur 6-7 jam sehari. Nah, Rasulullah SAW biasa tidur selepas Isya untuk kemudian bangun malam. Jadi beliau tidur tidak lebih dari 8 jam.

Cara tidurnya pun sarat makna. Ibnul Qayyim Al Jauziyyah dalam buku Metode Pengobatan Nabi mengungkapkan bahwa Rasul tidur dengan memiringkan tubuh ke arah kanan, sambil berzikir kepada Allah hingga matanya terasa berat. Terkadang beliau memiringkan badannya ke sebelah kiri sebentar, untuk kemudian kembali ke sebelah kanan. Tidur seperti ini merupakan tidur paling efisien. Pada saat itu makanan bisa berada dalam posisi yang pas dengan lambung sehingga dapat mengendap secara proporsional. Lalu beralih ke sebelah kiri sebentar agar agar proses pencernaan makanan lebih cepat karena lambung mengarah ke lever, baru kemudian berbalik lagi ke sebelah kanan hingga akhir tidur agar makanan lebih cepat tersuplai dari lambung. Hikmah lainnya, tidur dengan miring ke kanan menyebabkan beliau lebih mudah bangun untuk shalat malam.

Kelima, istikamah melakukan saum sunnat, di luar saum Ramadhan. Karena itu, kita mengenal beberpa saum sunnat yang beliau anjurkan, seperti Senin Kamis, ayyamul bith, saum Daud, saum enam hari di bulan Syawal, dsb. Saum adalah perisai terhadap berbagai macam penyakit jasmani maupun ruhani. Pengaruhnya dalam menjaga kesehatan, melebur berbagai berbagai ampas makanan, manahan diri dari makanan berbahaya sangat luar biasa. Saum menjadi obat penenang bagi stamina dan organ tubuh sehingga energinya tetap terjaga. Saum sangat ampuh untuk detoksifikasi (pembersihan racun) yang sifatnya total dan menyeluruh.

Selain lima cara hidup sehat ini, masih banyak kebiasaan Rasulullah SAW yang layak kita teladani. Dalam buku Jejak Sejarah Kedokteran Islam, Dr Jafar Khadem Yamani mengungkapkan lebih dari 25 pola hidup Rasul berkait masalah kesehatan, sebagian besar bersifat pencegahan. Di antaranya cara bersuci, cara memanjakan mata, keutamaan berkhitan, keutamaan senyum, dsb.

Yang tak kalah penting dari ikhtiar lahir, Rasulullah sangat mantap dalam ibadah ritualnya, khususnya dalam shalat. Beliau pun memiliki keterampilan paripurna dalam mengelola emosi, pikiran dan hati. Penelitian-penelitian terkini dalam bidang kesehatan membuktikan bahwa kemampuan dalam memenej hati, pikiran dan perasaan, serta ketersambungan yang intens dengan Dzat Yang Mahatinggi akan menentukan kualitas kesehatan seseorang, jasmani maupun ruhani.[muslimdaily.net]

Kisah Keajaiban Sebuah Sedekah

Kamis, 11 November 2010

0 komentar
Sembuh dari Kanker karena Sedekah

Kisah berikut ini adalah salah satu kisah yang sangat terkenal dan menjadi pelajaran berharga bagi setiap orang.
Tokoh dalam kisah ini adalah seorang lelaki kaya raya, dia adalah pengusaha besar. Suatu ketika dia tekena penyakit kronis yang tidak bisa didiamkan begitu saja.Dia lalu pergi memeriksakan diri ke rumah sakit terkenal. Menurut diagnosa dokter, ditemukan penyakit kanker kronis dalam tubuhnya, dan prosentase kesembuhannya sangat tipis sekali. Para dokter menyarankan agar dia mau berobat ke luar negeri supaya mendapat perawatan intensif. Seketika itu juga lelaki itu berangkat ke luar negeri untuk menjalani pemeriksaan dan hasilnya sama dengan diagnosa dalam negeri. Para dokter di rumah sakit itu lalu menyarankan agar dia mau melakukan operasi untuk menghilangkan anggota tubuhnya yang digerogoti kanker.
Akan tetapi lelaki tersebut meminta para dokter agar mau memberikan tenggang waktu untuk pulang ke Negara asalnya terlebih dahulu. Dia berkeinginan untuk mengurus segala sesuatunya, dan berwasiat kepada anggota keluarganya, jika ternyata setelah operasi ada hal-hal yang tidak diinginkan.
Akhirnya lelaki itupun pulang kenegara asalnya lalu mengurus segala sesuatunya. Tidak lupa dia menuliskan wasiat dan menitipkan anggota keluarganya kepada orang yang dipercayainya untuk menjaga keluarganya. Namun, dia sama sekali tidak memberitahukan kepada keluarganya permasalahan yang sedang dia hadapi.
Suatu ketika dipertengahan jalan menuju rumahnya, pandangannya tertuju kepada seorang perempuan tua yang berdiri disamping tempat penyembelihan binatang. Perempuan itu mengumpulkan tulang-tulang yang tercecer di sebelah tempat penyembelihan. Lelaki itu lalu menhentikan langkahnya dan menemui perempuan tua itu. Dia bertanya kenapa perempuan itu mengumpulkan tulang-tulang yang tercecer. Perempuan itu lalu bercerita kepadanya, bahwa anak-anaknya menjadi yatim sepeninggal suaminya. Keluarga ini sangat miskin dan tidak punya uang untuk membeli daging. Yang bisa dilakukan adalah mengumpulkan tulang-tulang yang tercecer untuk dimasak sebagai ganti dari daging. Lelaki itu sangat tersentuh mendengar penuturan kondisi yang dihadapi perempuan itu. Dia lalu menyedekahkan uangnya dalam jumlah lumayan banyak kepada perempuan itu. Selanjutnya dia memberikan uang kepada tukang sembelih dalam jumlah yang lumayan banyak lalu memintanya untuk mengirimkan daging kepada perempuan itu setiap mingggunya. Perempuan itu sangat berterimakasih kepada lelaki itu. Tidak lupa dia mendoakan lelaki itu lalu permisi dan meninggalkan tempat.
Beberapa hari kemudian, lelaki itu pergi ke luar negeri untuk menjalani operasi. Sebelum operasi dilaksanakan, terlebih dahulu dokter memeriksa lelaki itu kembali. Hasilnya sangat mencengangkan. Berubahlah raut muka dokter itu, dan dengan nada marah dia bertanya kepada lelaki itu, “Apakah engkau sudah pergi ke rumah sakit lainnya untuk menjalani pengobatan atas penyakitmu itu?" Lelaki itu menjawab, “Tidak.” Dokter itu berkata, “Bohong! Jujurlah padaku, apakah engkau sudah pergi ke rumah sakit lainnya atau tidak?” Lelaki itu menjawab, “Aku bersumpah, demi Allah aku sama sekali tidak pergi ke rumah sakit lainnya, Sebenarnya ada apa engakau bertanya seperti ini?” Dokter itu lalu menjawab, “Pemeriksaan dan diagnosa terbaru menunjukkan tubuhmu sama sekali sudah bersih dari kanker. Keadaanmu sekarang ini sehat-sehat saja.” Lelaki itu hampir tidak percaya atas apa yang dikatakan oleh dokter itu. Dia tidak kuasa membendung air matanya yang meleleh karena bahagia. Dia lalu bertanya kepada dokter itu apakah benar apa yang barusan dikatakan kepadanya. Dokter itu menjawab dan bersumpah bahwa apa yang dikatakannya adalah benar.
Setelah menyadari atas apa yang dialaminya ini, lelaki itu lalu bersyukur memanjatkan puji kepada Allah. Kemudian dia pulang ke Negara asalnya dalam keadaan sehat wal afiat. Dia menceritakan kepada anggota keluarganya, dan mereka semua sangat takjub terhadap peristiwa yang dialami lelaki itu.
Dalam hal ini lelaki itu berkata; Allah telah menyembuhkan aku berkat doa yang dipanjatkan oleh perempuan tersebut, karena aku telah bersedekah kepada anak-anak yatimnya.
Dia berjanji kepada dirinya sendiri untuk memelihara keluarga miskin sampai waktu yang dikehendaki Allah.